"Cikarang Dry Port itu investasi nasional meski dikelola swasta. Jika tak dimaksimalkan jelas kerugian nasional," ujar Ketua Forum Transportasi Laut Masyarakat Transportasi Indonesia (FTL-MTI) Ajiph Anwar dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Kamis (1/7).
Ajiph menegaskan, alasan pemerintah tidak bisa mendistribusikan peti kemas ke CDP secara maksimal karena akses jalan macet. Menurut dia, masalah macet merupakan masalah klasik yang selalu dijadikan alasan. Pemerintah sebenarnya pernah memiliki rencana untuk membangun jalur khusus terintegrasi dedicated antara Pelabuhan Tanjung Priok menuju Karawang melalui jalur laut seperti yang sudah sukses dibangun di Tanjung Benoa, Bali. Ajiph yakin pemerintah bisa membangun jalur khusus layaknya jalan tol Tanjung Benoa di atas laut.
"Jalur khusus itu satu hal ideal dan mestinya bisa direalisasikan. Ketimbang membuka jalan tol baru di darat dimana pembebasan lahan sangat mahal," tegas dia.
Jika jalur khusus seperti itu terwujud, lanjut dia, penumpukan peti kemas tidak akan terjadi karena masing-masing pelabuhan termasuk Cikarang Dry Port.
Di sisi lain, kesemrawutan peti kemas sekarang ini juga lantaran PT Pelindo II dan Bea Cukai juga tidak efisien. Bea Cukai dan Pelindo memang bertugas untuk mengawal pendapatan negara dan menyeleksi barang masuk. Namun, Pelindo dan BC malah memperlambat peredaran arus barang. Â
"Pelabuhan di luar sangat lancar, kenapa Pelindo tidak bisa. Misal Bea Cukai malah memperpendek jam kerja sehingga ada penumpukan, kini diperpanjang lagi," kata dia.
Dia meminta Bea Cukai dan Pelindo untuk membuka komunikasi lebih terbuka agar persoalan penumpukan peti kemas seperti sekarang ini tidak terulang. "Mereka harus lebih efisien seperti yang dilakukan CDP. Pelindo tambah juga peralatan agar mempercepat, kemudian bea cukai membuka komunikasi dengan pihak luar terkait pengeluaran barang, jangan semua melalui jalur merah," pungkas dia.
[dem]
BERITA TERKAIT: