Pengamat infrastruktur dan tata kota dari Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, proyek MP3EI tidak berjalan maksimal. Apalagi, kata dia, proyek ini tidak didukung oleh
stakeholder yang ada dan minim sosialiasi.
Menurutnya, hal itu masih bisa terlihat dari banyaknya program MP3EI yang tidak berjalan karena terkendala masalah lahan dan perizinan.
“Program ini elitis dan sentralistis. Semuanya diatur pemerintah pusat dan daerah minim dilibatkan. Akibatnya izinnya terkendala,†urai Nirwono kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Apalagi, kata dia, sering kali proyek yang ditawarkan pemerintah pusat tidak nyambung dengan kebijakan pemerintah daerah. Dia juga mempertanyakan, nasib keberlangsungan proyek ini pasca 2014.
“Ini kan proyek rezim sekarang, terus bagaimana nasibnya setelah 2014 nanti,†kata Nirwono.
Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Centre (IMC) Supriansa mengatakan, kendala terbesar proyek MP3EI ada pada lemahnya peran Pemda serta banyaknya peraturan daerah (perda) yang bertabrakan dengan pusat, tumpang tindih dan tidak probisnis.
“MP3EI akan berhasil apabila pemerintah pusat dan daerah serius menempuh sinkronisasi dan harmonisasi seluruh regulasi atau peraturan daerah yang ada,†jelas Supriansa.
Menurut Supriansa, sejumlah regulasi juga mesti dibereskan karena menjadi keluhan investor MP3EI. Seperti Undang-Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan, UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Migas, dan peraturan turunan UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan.
Selain itu, MP3EI terkendala pembiayaan. Proyek-proyek infrastruktur umumnya berjangka panjang dengan tingkat pengembalian yang rendah, sehingga membutuhkan skim pendanaan berjangka panjang pula.
Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Menko Perekonomian Luky Eko Wuryanto mengakui, jika dalam pengembangan dan percepatan pembangunan proyek infrastruktur serta sektor riil masih ada kendala. Padahal, proyek-proyek itu diperkirakan menghabiskan dana investasi sebesar Rp 4.700 triliun.
“Memang tidak semuanya berjalan lancar. Masih banyak terkendala. Itu menyangkut perizinan, daerah yang akan dibangun belum ketemu, lalu kaitannya dengan tanah.
Serta sangkutannya kali ini lokasi direncanakan untuk pembangunan industri, tapi dapat lahan perkebunan, ini akan mengubah tata ruang lagi,†katanya.
Kendala lainnya yakni soal korporasi dan pembiayaan. Karena itu, dia meminta BUMN untuk aktif dalam berinvestasi serta mendukung dalam membantu program MP3EI ini. Menurutnya, perputaran uang di BUMN sekitar Rp 1,200 triliun.
“Tapi, kalau investasi gagal, kinerja BUMN pun gagal. Makanya kita tetap genjot pendanaan dari BUMN ini,†tukasnya.
Luky juga menjelaskan, untuk komitmen investasi di 2014 berdasarkan hasil validasi per April, total investasi untuk infrastruktur dan riil sebesar Rp 4.700 triliun. Dari jumlah itu, untuk sektor riil sebesar Rp 2.300 triliun dan sektor infrastruktur Rp 2.400 triliun.
“Sebenarnya dari Rp 4.700 triliun itu sudah ada yang
groundbreaking lokasinya di mana saja. Dan tahun ini masih rencana sampai akhir tahun diperkirakan Rp 700 triliun atau 12 persen persen. Sedangkan untuk infrastruktur secara khusus sebesar Rp 2.400 triliun, yang sudah dipakai sebesar Rp 250 triliun atau sekitar 10 persen,†terang Luky.
Direktur Pengembangan Kerja Sama Pemerintah dan Swasta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bastari Panji Indra mengatakan, ada sekitar 56 proyek yang diprioritaskan dalam revisi tentang MP3EI.
Bastari memastikan, akan ada 15 proyek yang groundbreaking pada 2014 dengan total dana 3,6 miliar dolar AS. Sedangkan pada 2017 akan ada sekitar 25 proyek.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor32 Tahun 2011 tentang MP3EI untuk menggenjot infrastruktur nasional. [Harian Rakyat Merdeka]