Wamendag Ngaku Gagal Jinakkan Harga Daging

Pengusaha Hotel Di Jakarta Mulai Kelabakan

Selasa, 05 Februari 2013, 08:39 WIB
Wamendag Ngaku Gagal Jinakkan Harga Daging
ilustrasi, Daging sapi
rmol news logo Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan kuota impor daging sapi. Pasalnya, harga komoditas tersebut di pasaran terus merangkak naik. Berdasarkan data World Bank (Bank Dunia), harga daging di Indonesia termahal di dunia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengimpor Daging Sapi Indo­ne­sia (Aspidi) Thomas Sembiring mengungkapkan, harga daging sampai kini masih bertahan di level harga tinggi selama enam bu­­lan terakhir.  Ini merupakan se­jarah baru bagi Indonesia.

“Masalah mahalnya harga da­ging sudah jelas, yakni karena pa­sokan yang tidak seimbang de­ngan kebutuhan,” kata Thomas kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Thomas mewanti-wanti ke­mung­kinan harga akan terus naik bila pasokan tidak diperbaiki. Se-bab, diprediksi kebutuhan da­ging ke depan akan terus me­ning­kat seiring pertum­buhan ekonomi.

Harga daging di Indonesia saat ini berkisar antara Rp 95 ribu- Rp 100 ribu per kilogram (kg).  Har­ga tersebut masih sama de­ngan harga bulan Desember 2012. Ber­da­sar­kan data World Bank, harga da­ging di Indonesia pada bulan De­sember mencapai 9,76 dolar AS. Harga itu jauh le­bih mahal bila diban­ding­kan Malay­sia 4,3 dolar AS, Thailand 4,2 do­lar AS, Aus­tralia 4,2 dolar AS, Jepang 3,9 do­lar AS, Jerman 4,3 dolar AS, dan India 7,4 dolar AS.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag)  Bayu Krisnamurthi mengamini data tersebut. “Iya faktanya me­mang begitu, harga daging kita dua kali lipat lebih be­sar dari ne­gara lain. Kalau masa­lah ini tidak segera diatasi, maka masyarakat akan semakin dirugi­kan,” kata Bayu kepada warta­wan di kantor­nya, kemarin.

Bekas pengamat pertanian ini menuturkan, harga da­ging mulai melonjak naik menje­lang Leba­ran tahun 2012. Peme­rintah sem­pat menambah kuota impor. Tapi sayang, penurunan harga ti­dak signifi­kan. Intinya, pemerintah gagal menjinakkan harga daging.

Dia menegaskan, ke­bijakan untuk mengatasi ma­hal­nya harga daging harus segera diputuskan. Karena bulan Rama­dhan jatuh awal Juli.

Apakah kuota impor perlu di­tambah? Bayu menjawab kepu­tusannya biar nanti diputuskan pada rapat koordinasi bidang per­e­konomian yang akan dihadiri Kementerian Pertanian, Kemen­terian Perindustrian dan Kemen­terian Perdagangan. Bayu ingin ra­pat digelar secepatnya.

Bayu menyatakan, sejatinya dia tidak mendukung pemenuh­an daging dengan impor. Tapi sa­pi lokal yang ada harus dike­lu­ar­kan untuk memenuhi pasokan.

Mahalnya harga daging telah mem­buat pengusaha men­jerit. Wakil Ketua Umum Pengu­saha Hotel dan Restoran Indo­nesia (PHRI) bidang Investasi, Per­izinan dan Pengembangan Usa­ha Haryadi Sukamdani me­nu­turkan, pengusaha restoran su­dah kela­bakan dengan mahalnya harga daging.

“Pengusaha meng­imbangi ma­halnya harga daging dengan me­naikkan harga. Tapi ini tidak ba­gus untuk usaha. Bukan kami saja yang rugi, tapi juga kon­su­men,” keluh Haryadi.

Untuk itu, dia mendesak  pe­me­rintah meng­­kaji ulang kuota impor da­ging. Selain itu, harus bisa me­ng­­a­wasi distribusinya karena ba­nyak pengusaha di dae­rah juga menge­luhkan mini­mnya pasokan.

Menurut pantauan, harga da­ging sapi di pasar tradisional terus menga­lami kenaikan. Di pasar tradisio­nal Cihaur Geulis, Ban­dung, harga daging sekitar Rp 90 ribu per kg. Harga itu lebih bahal bila di­bandingkan sebelum ada aksi mogok berjualan. Saat itu harga daging di pasar tersebut Rp 80 ribu per kg. Perlu di­ketahui, para peda­gang mela­ku­kan mogok karena kesal harga daging mahal.

Popon, pedagang daging me­nu­turkan, mahalnya harga daging karena pasokan minim. “Akibat harga daging mahal, omzet pen­jualan turun lebih dari 50 persen,” curhat Popon. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA