Pemerintah dinilai tidak puÂnya strategi untuk mengurangi impor pangan yang tahun lalu suÂdah menembus 13 miliar dolar AS atau sekitar Rp 100 triliun. TaÂhun ini, angka tersebut dipreÂdiksi bisa melonjak hingga hingÂga 125 miliar dolar AS.
Pengamat perÂtanian Ahmad Yakub mengataÂkan, lonjakan imÂpor pangan ini terjadi karena keÂbijakan perÂtaÂnian tak pernah meÂmiÂhak pada kepentingan peÂtani.
Menurutnya, pemerintah hanya berkutat pada target produksi. Namun, tidak melibatÂkan petani atau pemilik lahan untuk mencaÂpai target produksi itu tersebut.
“Pemerintah mungkin lupa kaÂÂlau masih ada petani, pemeÂrinÂtah menganggap tanah petani itu miÂliknya. Padahal, dalam keÂnyataÂannya tidak deÂmikian, terÂjadi keÂtimpangan antara tarÂget dan yang terjai di lapangan petani tiÂdaklah diberiÂkan sarana dan prasarana yang memadai,†tegas Yakub saat dikonÂtak Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Seharusnya, kata Yakub, koÂmoditas yang selama ini diimpor bisa dikelola di dalam negeri. Namun, pada kenyataannya maÂsih dikerjakan oleh perusaÂhaan beÂsar sehingga membuat para peÂtani tidak bisa bersaing.
Pihaknya mengingatkan, jika kondisi itu terus berlangsung daÂÂÂlam beberapa waktu ke deÂpan, maka Indonesia akan terus terÂgantung produk pangan imÂpor, yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan produk lokal.
“Setiap tahun kondisinya seÂmakin mengerikan, karena hamÂpir semua komoditas kita itu imÂpor. Padahal, yang diimpor juga bisa kita hasilkan sendiri di daÂlam negeri,†ungkapnya.
Ketua Umum Masyarakat AgÂribisnis dan AgroÂindustri IndoÂnesia (MAI) Fadel Muhammad menuturkan, IndoÂnesia dinilai telah masuk dalam perangkap jebakan pangan global khusus gandum dan keÂdelai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik nilai impor ganÂdum daÂlam periode 2006-2010 sebesar 1,041 juta dolar AS. SeÂmentara voÂlume dan impor kedeÂlai pada 2009 seÂbeÂnarnya sudah mulai meÂnurun, tetapi pada 2010 meÂningÂkat. Lalu pada 2012 DeÂwan KedeÂlai NasioÂnal memÂperÂkiÂrakan impor kedelai akan menÂcapai 2 juta-2,5 juta ton.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor menyataÂkan, ketahanan pangan terutama di daerah saat ini sudah kritis.
Dia menyebutkan, sekitar 100 ribu hektar (ha) lahan produktif di PuÂlau Jawa telah beralih fungsi jadi bangÂunan-bangunan beton. “PaÂdaÂhal lahan paling produktif unÂtuk meÂÂnanam ada di Pulau Jawa,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: