Data Ekspor Simpang Siur Pengusaha Lokal Menjerit

Keampuhan Perjanjian Perdagangan Bebas Mulai Dipertanyakan

Senin, 09 April 2012, 08:22 WIB
Data Ekspor Simpang Siur Pengusaha Lokal Menjerit
ilustrasi/ist
RMOL.Buntut rendahnya tarif bea masuk, industri dalam negeri mulai menjerit. Mereka sudah tidak sanggup lagi bersaing dengan produk-produk asing.

Industri dalam negeri sema­kin terpukul akibat rendahnya tarif bea masuk (6,8 persen), se­hingga hanya beberapa produk saja yang dapat bersaing dengan produk asing. Terkait perdaga­ngan bebas, bea masuk Indone­sia memang tergolong rendah.

Men­teri Perindustrian (Menpe­rin) MS Hidayat menjelaskan, China mene­rapkan tarif bea ma­suk se­besar rata-rata 9,6 persen dan India 13 persen dan Brazil hanya 13,7 persen.

“Dampak langsung dari ren­dah­nya bea masuk Indonesia ada­lah memberatkan sektor in­dustri ka­rena berkompetisi deng­an ba­rang impor yang harga­nya lebih murah. Dengan kon­sumsi daya beli mas­yarakat yang besar, ba­nyak negara lain yang meng­incar Indonesia sebagai partner dalam perdaga­ngan inter­na­sio­nal,” jelas­nya di Jakarta, Kamis (5/4).

Hidayat menyatakan, infra­struk­tur yang belum memadai, logistik dan sumber daya manu­sia kurang semakin membuat produk dalam negeri terjepit. Disebut­kan, se­ti­daknya ada 10 perun­dingan libe­ralisasi perda­gangan antara dan negara mitra yang membuat pe­ngusaha da­lam ne­geri tersan­dera alias tidak bisa berbuat banyak.

Beberapa perundingan terse­but antara lain Indonesia-Iran, In­donesia-Pakistan, Indo­nesia-In­dia dan Indonesia-EFTA. De­ngan liberalisasi perdagangan ini, In­donesia berpeluang mem­buka akses pasar produk karya lokal di negara-negara mitra.

“Pemberlakuan free trade agreement (FTA) tidak selama­nya berdampak positif. Seperti penerapan perjanjian kerja sama ASEAN China Free Trade Agree­ment (ACFTA) yang sontak me­mukul sektor industri dalam ne­geri. Idealnya tarif bea masuk kita sudah rendah, jangan di­tu­run­kan lagi,” urai bekas Ketua Umum Kadin.

Sebelumnya Menteri Perdaga­ngan Gita Wirjawan mengakui, sulit menerapkan tarif khususnya untuk produk asal ne­gara ASEAN. Karena semangat di an­tara menteri-menteri eko­nomi ASEAN adalah menerap­kan zona tarif bebas. “Program ASEAN Com­­munity semangat­nya me­mangkas tarif bea masuk di ma­sing-masing negara,” ujar Gita.

Data Ekspor-Ekspor

Terkait perbedaan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data catatan komite perdagangan PBB yang angka­nya tidak seragam, anggota Ko­misi VI DPR Nasril Bahar me­nga­takan, ada oknum yang ber­main di balik itu semua.

“Per­bedaan data ekspor Indo­nesia dengan data dari negara lain itu, sangat berpengaruh ter­hadap Surat Keterangan Asal (SKA) yang di­terbitkan. Bisa saja ada oknum eksportir dan importir yang na­kal,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Politisi PAN ini mencontohkan ada beberapa produk dari Ame­rika, yang akan masuk ke Singa­pura melalui Indonesia. “Kalau orang awam melihatnya seakan-akan ekspor itu berasal dari Singapura, akan tetapi disana cu­ma labeling asal barang­nya saja padahal dari kita,” tukasnya.

Nasril menyarankan, kemen­terian yang terkait serta Bea Cu­kai memeriksa bentuk fisik ba­rang yang akan diekspor untuk mengetahui apakah barang ter­sebut memang benar-benar dari Indonesia.

“Harus dicek dulu barang dan produknya agar tidak terjadi ke­sa­lahan seperti ini. Hal ini tidak bisa didiamkan terus me­ne­rus, negara bisa dirugikan akibat permasalahan ini,” cetusnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisna­murti mengungkapkan per­bedaan ini harus segera di­sikapi dan dise­lidiki penyebab­nya. Me­nurut Ba­yu, perbedaan angka per­daga­ngan ini cukup merugikan In­donesia.

Menurut data yang di­peroleh, Sing­apura, Jepang, China, AS dan Hong Kong juga memiliki perbe­daan data. BPS me­lapor­kan eks­por Indonesia 25 persen lebih ren­dah selama 2008-2010.

Rata-rata ekspor Indonesia ke Singapura selama periode ter­se­but hanya tercatat sebesar 12,3 mi­liar dolar AS. Sementara data PBB atau UN Com­trade menga­takan, Si­nga­pura mengimpor da­ri Indo­nesia men­capai 16,2 mi­liar dolar AS.

“Nilai ekspor Indonesia de­ngan Sing­apura berselisih 4 miliar dolar AS,” ujar Bayu. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA