Anggaran Kementerian Mesti Dihemat

Jaga Stabilitas Ekonomi Pasca Pengesahan RAPBN-P 2012

Senin, 02 April 2012, 08:03 WIB
Anggaran Kementerian Mesti Dihemat
ilustrasi/ist
RMOL.Pasca penundaan kenaikan harga BBM, pemerintah melaku­kan konsolidasi intensif untuk me­lakukan langkah-langkah konkrit dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. ”Stabi­litas ekonomi tersebut tidak ha­nya berada dalam domain energi, namun juga pada upaya menjaga keseimbangan supply dan de­mand bahan-bahan pokok agar tidak terjadi kenaikan harga,” jelas Kepala Pusat Humas Ke­menterian Perdagangan Frank Kandouw di Jakarta, kemarin.

Frank Kandouw menambah­kan bahwa akhir April hingga awal Mei merupakan masa pa­nen. Dengan demikian meskipun ada pengaruh dari biaya trans­portasi, harga beras tidak akan naik, namun juga diharapkan harga beras tidak akan turun. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata beras umum pada Februari 2012, tercatat Rp 10.520 per kilogram se­mentara rata-rata pada minggu keempat Maret 2012 turun menjadi Rp 10.362 per kilogram.

Sebenarnya, pemerintah jauh-jauh hari sudah memastikan harga bahan pokok akan stabil meski harga BBM bersubsidi di­naikkan. Kementerian Perdaga­ngan menjamin, stok bahan po­kok terutama beras dan sayur ma­yur akan memadai sehingga tidak ada alasan bagi pedagang untuk menaikkan harga. “Kementerian Perdagangan telah jauh-jauh hari mengantisipasi kemungkinan naiknya harga bahan-bahan po­kok saat diputuskan harga BBM bersubsidi naik. Walaupun akhir­nya keputuan sidang paripurna DPR membatalkan kenaikan BBM,” tegas Frank Kandouw.

Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengakui ke­tidak­pastian soal kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu me­mang sempat memicu pengusaha menaikkan harga jual produk. Besaran kenaikan bervariasi ber­gantung jenis usahanya, dengan rata-rata kenaikan sebesar 3-5 persen.

Sebenarnya pengusaha dapat memahami rencana kenaikan harga BBM sebesar 1.500 rupiah per liter, tetapi dengan syarat pe­merintah menggunakan dana kompensasinya untuk memba­ngun infrastruktur, dan memper­hatikan nasib usaha kecil dan menengah yang terpukul karena terkena dampak kenaikan BBM itu. “Jadi perlu dipikirkan juga, cara untuk menolong sektor UKM, dan bantuan langsung bagi masyarakat yang terdampak kenaikan BBM,” ungkap dia.

Sementara itu ekonom dari Uni­versitas Gadjah Mada Anggito Abimanyu mengatakan, akibat batalnya penaikan harga BBM bersubsidi, terdapat lubang dalam postur APBN-P. Pasalnya, nilai subsidi BBM dalam APBN-P telah dipangkas Rp 40 triliun de­ngan asumsi penaikan harga BBM sebesar Rp 1.500. Untuk menutup lubang tersebut, dapat di­penuhi dari pengembalian kom­pensasi bantuan sementara lang­sung ma­syarakat dan penghema­tan dari Kementerian dan Lembaga (K/L).

Dengan asumsi penaikan harga BBM, subsidi BBM diturunkan dari Rp 178 triliun menjadi Rp 137 triliun. Karena rencana ke­naiakan BBM dibatalkan, maka pemerintah harus memenuhi be­saran pengurangan tersebut. Ia memperhitungkan dengan asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 115 per barel maka terdapat lubang se­kitar Rp 40 triliun. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA