Penolakan Kenaikan Harga BBM Bisa ‘Memakan’ Korban

Pembenahan Sektor Infrastruktur & UKM Terabaikan

Sabtu, 31 Maret 2012, 08:06 WIB
Penolakan Kenaikan Harga BBM Bisa ‘Memakan’ Korban
ilustrasi/ist
RMOL.Kalangan pengusaha me­minta pembenahan sektor infra­struktur dan nasib Usaha Kecil Menengah (UKM) diperhatikan meski rencana kenaikan harga BBM tersebut dibatalkan.

Eko­nom UGM Anggito Abi­manyu menilai, pemberian ban­tuan lang­sung tunai (BLT) se­bagai kom­pensasi kenaikan harga BBM nilainya ti­dak perlu terlalu besar.

“Akan le­bih efektif jika subsidi BBM ter­se­but dialihkan untuk sektor trans­portasi dan energi alternatif. Se­dangkan untuk BLTi nilainya tidak perlu besar,” ujar Anggito di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, memang BLT ba­gi masyarakat kurang mampu pernah berhasil pada 2008. Na­mun, saat itu karena ada kenaikan harga minyak tanah yang banyak dikonsumsi masyarakat.

“Seka­rang tidak perlu yang se­besar dulu karena saat ini masya­rakat kurang mampu sudah ber­alih me­makai bahan bakar gas un­tuk ru­mah tangga atau tidak ada lagi te­ka­nan terhadap dampak kenaikan harga minyak tanah se­hingga faktor kemiskinan sudah berku­rang,” jelasnya.

Ia mengatakan, untuk saat ini kompensasi terbaik dari kenaik­an harga BBM bersubsidi harus­nya lebih besar dialokasikan ke sektor transportasi dan sektor ener­gi, ter­utama energi alternatif.

“Jika kenaikan harga BBM ini pe­merintah bisa menghemat ang­ga­ran sebesar Rp 25 triliun dengan asumsi kenaikan harga Rp 1.000, maka untuk BLT cukup untuk se­kitar 10 juta orang saja. Sisa da­nanya untuk sektor energi alter­na­tif dan transportasi,” katanya.

Anggito me­nilai, kenaikan har­ga BBM kali ini cukup Rp 1.000 per liter saja, tidak sampai ke Rp 1.500 per liter sehingga tekanan dan kebutuhan kompensasi yang diberikan juga tidak terlalu besar.  

“Kondisi se­ka­rang ini memang perlu ada ke­naikan harga BBM karena ada­nya faktor eksternal, membuat situasi fiskal kita jadi tidak terlalu baik. Selain itu, saat ini jaraknya sudah terlalu jauh an­tara harga ke­ekonomian BBM, dengan harga yang dibayarkan masyara­kat yang hanya Rp 4.500,” terang Anggito.

Namun, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) In­donesia Suryo Bambang Su­listo mengatakan, kalangan dunia usa­ha serta masyarakat umum akan setuju dengan rencana ke­naikan harga BBM bersubsidi dengan syarat dialihkan untuk pemba­ngunan infrastruktur dan perbai­k­­an sarana transportasi.

“Harga BBM naik Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per li­ter boleh saja. Tapi, dengan ca­tatan penghematan dari pengura­ngan subsidi digunakan buat mem­­­ba­ngun infrastruktur, transpor­tasi publik dan trans­por­tasi mas­sal,” kata Suryo. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA