EkoÂnom UGM Anggito AbiÂmanyu menilai, pemberian banÂtuan langÂsung tunai (BLT) seÂbagai komÂpensasi kenaikan harga BBM nilainya tiÂdak perlu terlalu besar.
“Akan leÂbih efektif jika subsidi BBM terÂseÂbut dialihkan untuk sektor transÂportasi dan energi alternatif. SeÂdangkan untuk BLTi nilainya tidak perlu besar,†ujar Anggito di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, memang BLT baÂgi masyarakat kurang mampu pernah berhasil pada 2008. NaÂmun, saat itu karena ada kenaikan harga minyak tanah yang banyak dikonsumsi masyarakat.
“SekaÂrang tidak perlu yang seÂbesar dulu karena saat ini masyaÂrakat kurang mampu sudah berÂalih meÂmakai bahan bakar gas unÂtuk ruÂmah tangga atau tidak ada lagi teÂkaÂnan terhadap dampak kenaikan harga minyak tanah seÂhingga faktor kemiskinan sudah berkuÂrang,†jelasnya.
Ia mengatakan, untuk saat ini kompensasi terbaik dari kenaikÂan harga BBM bersubsidi harusÂnya lebih besar dialokasikan ke sektor transportasi dan sektor enerÂgi, terÂutama energi alternatif.
“Jika kenaikan harga BBM ini peÂmerintah bisa menghemat angÂgaÂran sebesar Rp 25 triliun dengan asumsi kenaikan harga Rp 1.000, maka untuk BLT cukup untuk seÂkitar 10 juta orang saja. Sisa daÂnanya untuk sektor energi alterÂnaÂtif dan transportasi,†katanya.
Anggito meÂnilai, kenaikan harÂga BBM kali ini cukup Rp 1.000 per liter saja, tidak sampai ke Rp 1.500 per liter sehingga tekanan dan kebutuhan kompensasi yang diberikan juga tidak terlalu besar.
“Kondisi seÂkaÂrang ini memang perlu ada keÂnaikan harga BBM karena adaÂnya faktor eksternal, membuat situasi fiskal kita jadi tidak terlalu baik. Selain itu, saat ini jaraknya sudah terlalu jauh anÂtara harga keÂekonomian BBM, dengan harga yang dibayarkan masyaraÂkat yang hanya Rp 4.500,†terang Anggito.
Namun, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) InÂdonesia Suryo Bambang SuÂlisto mengatakan, kalangan dunia usaÂha serta masyarakat umum akan setuju dengan rencana keÂnaikan harga BBM bersubsidi dengan syarat dialihkan untuk pembaÂngunan infrastruktur dan perbaiÂkÂÂan sarana transportasi.
“Harga BBM naik Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liÂter boleh saja. Tapi, dengan caÂtatan penghematan dari penguraÂngan subsidi digunakan buat memÂÂÂbaÂngun infrastruktur, transporÂtasi publik dan transÂporÂtasi masÂsal,†kata Suryo. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: