RMOL. Pemerintah diminta melinÂdungi konsumen dari buah impor yang tak sesuai standar dan baÂnyak membanjiri pasar buah loÂkal. Hal ini terkait terus meningÂkatÂnya permintaan buah-buahan seÂcara nasional dalam lima tahun terÂakhir yang mengalami perÂtumÂbuhan berkisar 12-15 persen per tahun. Jika tidak dicegah, akan mengakibatkan gangguan keseÂhatan dan memukul produkÂsi buah petani lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat StaÂtistik (BPS), sepanjang 2011 nilai impor buah-buahan tercatat 411,57 juta dolar AS dan China memberikan kontribusi sebagai importir terbesar selama ini.
Impor buah-buahan asal China sepanjang Januari 2012 mencapai 34 persen dibanding Desember 2011 sehingga membuat neraca peÂrÂdagangan Indonesia-China deÂfisit paling besar dibandingkan negara lainnya, yakni 1,1 miliar dolar AS pada Januari 2012.
Namun, Kepala Pusat KaranÂtina Badan Karantina KemenÂterian Pertanian (Kementan) AriÂfin Tasrin mengatakan, sekitar 800 ribu ton buah yang dikirim ke Indonesia adalah buah yang tak laku alias kualitasnya buruk di negara asal.
Hal senada pernah disamÂpaiÂkan Menteri Perdagangan (MenÂdag) Gita Wirjawan. Gita mengaÂtakan, sudah terjadi 19 pelangÂgaran mikroorganisme dalam produk hortikultura yang masuk ke Indonesia dalam 1,5 tahun terÂakhir. Sedangkan Dinas KesehaÂtan (Dinkes) Kota CileÂgon, BanÂten, menemukan buah jeruk asal China di salah satu pusat perbeÂlanÂjaan terbukti mengandung formalin. Buah itu masuk lewat jalur resmi dan selundupan.
Anggota Komisi IV DPR Rofi’ Munawar menyampaikan keÂkhaÂwatirannya. Menurutnya, perÂlu peÂngetatan tata niaga dan stanÂdardisasi buah impor agar tidak mudah merambah ke senÂtra proÂduksi dan konsumen.
Disamping itu, pemerintah tidak boleh menyerahkan tata niaga impor pada mekanisme pasar karena akan memberikan peÂluang membanjirnya buah imÂpor berkualitas rendah, meskiÂpun berpenampilang menarik.
Terkait buah yang diawetkan dengan formalin, kata Rofii’, memang tampak lebih menarik. Bagian kulitnya terlihat kencang dan segar meski sudah berbulan-bulan di panen.
“Buah impor itu dipanen dalam kondisi belum matang agar tidak cepat rusak dan busuk selama proÂÂses pengiriman. Pemanenan buah sebelum matang akan saÂngat berÂpengaruh pada kanÂdungan nutriÂsi dalam buah,†jelasnya.
Selama ini, kata dia, buah imÂpor lebih diminati konsumen kaÂrena harga yang relatif murah dan tampilan lebih menarik diÂbanding buah lokal. Padahal, manÂfaat dan nilai gizi buah lokal lebih besar daripada buah impor.
Karena itu, lanjutnya, perlu usaÂha serius dari pemerintah dan pelaku usaha untuk memberikan proteksi yang makÂsimal kepada konsumen secara kualitas maupun mekaÂnisme peÂmasaran.
“Importir jaÂngan hanya meÂngejar keuntungan seÂmata dari buah impor karena adanya disÂpaÂritas harga, tapi juga harus memÂÂperhatikan perÂlindungan terhadap konsumen.†tegas Rofi’. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.