Bos BPH Migas Ngaku Sulit Awasi Penyelundupan BBM

Selasa, 27 Maret 2012, 09:12 WIB
Bos BPH Migas Ngaku Sulit Awasi Penyelundupan BBM
BPH Migas

RMOL. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mengaku kesulitan mengawasi kegiatan penyelundupan bahan bakar mi­nyak (BBM) subsidi jika har­ga­nya tidak dinaikkan.

“Jika harga BBM subsidi ma­sih Rp 4.500 kita sulit melakukan pengawasan penyelundupan,” ujar Kepala BPH Migas Andy Noor­­saman Sommeng kepada Rak­yat Merdeka di DPR, kemarin.

Sommeng mengatakan, faktor penyebab terjadinya penyelun­du­pan adalah disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi. Me­­nurut dia, disparitas harga ju­ga menjadi faktor penyebab je­bolnya kuota BBM subsidi.

Ia memprediksi, jika tak di­la­ku­kan tindakan penyesuaian har­ga, maka kuota tahun ini akan ter­lewati lagi. Kegiatan pengatu­ran ju­ga ti­dak akan berpengaruh. “Kuo­ta yang ideal untuk saat ini adalah 43-44 juta kiloliter,” kata Sommeng.

Kendati kuota dibatasi, BPH Migas tidak bisa melakukan peng­hentian pasokan BBM karena akan berdampak kelangkaan.

Di tempat yang sama, Dirjen Migas Kementerian Energi Sum­ber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengatakan, jika pe­merintah tidak segera mela­kukan penyesuaian, maka kuota BBM tahun ini bisa tembus  47 juta ki­lo­liter. “Untuk premium dan so­lar, tiga bulan pertama ini sudah di atas asumsi,” ujar Evita.

Menurut dia, angka 47 juta kilo­liter itu  didominasi oleh kon­sumsi premium sebesar 29,4 juta kiloliter dan solar menjadi 16,6 juta kiloliter. Sedangkan kerosin angkanya tetap.

Evita menambahkan, jebolnya kuota BBM itu disebabkan tidak tepat penyaluran BBM subsidi. “Ini gara-gara harga BBM sub­sidinya murah,” cetusnya.

Ia menjelaskan, harga BBM subsidi Indonesia sebesar Rp 4.500 per liter merupakan yang ter­murah. Evita menjelaskan, harga BBM di Malaysia sudah men­capai Rp  6.000 per liter, Chi­na Rp 9.000 per liter se­dangkan Vietnam Rp 10.000 per liter.

Menurut Evita, kondisi ini berdampak pada beralihnya peng­guna BBM non subsidi ke BBM sub­sidi karena saat ini har­ga Indo­nesia Crude Price (ICP) 128 dolar AS per barel. Namun, kata Evita, peluang un­tuk menu­runkan harga kembali juga ma­sih terbuka jika ICP turun seperti yang terjadi pada 2008.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemen­keu) Bambang Brojonegoro me­ngatakan, alasan pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM karena program pemba­tasan sulit dilakukan.

Bambang mengatakan, pilot project pembatasan BBM sub­sidi tidak berjalan mulus. Bah­kan, Iran sudah mencoba cara ini tapi tidak berjalan. “Saat ini ba­nyak ne­gara yang sudah melepas harga BBM sesuai harga pasar,” ujar Bambang.

Menurutnya, jika pe­merintah diam saja tidak mela­kukan revisi harga, jumlah sub­sidi BBM bisa tembus Rp 300 triliun. Padahal, subsidi dalam APBN tidak hanya subsidi BBM saja, namun juga ada subsidi listrik. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA