Meski terkesan menyedihkan, kampung seluas empat hektare itu banyak dikunjungi orang. Pengunjung kampung ini datang dari berbagai kalangan. Siswa SMA, mahasiswa praktek, media, atau pegiat lembaga swadaya masyarakat kerap datang ke kampung yang dihuni 426 jiwa dari 118 keluarga itu.
Kampung Apung sebenarnya hanyalah nama "panggilan" bagi kampung itu sejak sekitar 11 tahun silam. "Mungkin merujuk pada kampung yang selalu digenangi air, seolah-olah terapung," ujar Rudi, sambil tertawa.
Agar warga kampung itu tidak terus-terusan terendam, Pemerintah Kota Jakarta Barat berencana membangun satu rumah pompa di daerah tersebut. "Target kami, pembangunan selesai tahun ini juga," kata Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Kota Jakarta Barat Heriyanto, Senin (26/3).
Menurut dia, selama ini proses pengeringan Kampung Apung hanya bergantung pada satu pompa di Jalan Kapuk Poglar, yang tidak bisa bekerja maksimal. "Jarak dari Kampung Apung dengan pompa sekitar satu kilometer." Mesin pompa baru akan diletakkan di pinggir Kali Angke, yang berjarak sekitar 500 meter dari kampung itu.
Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat juga akan membuat saluran air di sepanjang Jalan Kapuk. Saluran selebar dua meter dan sedalam tiga meter itu akan dibangun sepanjang dua kilometer. Kolam penampungan air akan dibangun seluas 400 meter persegi. Namun, sebelumnya, bantaran kali akan ditertibkan terlebih dulu.
Pemerintah Kota Jakarta Barat, kata Heriyanto, akan menambah 10-20 rumah pompa lagi pada 2012. Anggaran setiap pompa Rp 4-5 miliar. "Satu rumah pompa akan dibangun di Kapuk."
Rencana itu disambut warga dengan antusias. Namun Rudi pesimistis pompa itu bisa mengeringkan air di kampungnya. Menurut dia, ada saluran air langsung dari kampungnya ke Kali Angke, sehingga, setelah air disedot, akan kembali lagi ke Kapuk. "Kalau untuk mengurangi air, sih, mungkin," ujarnya.
[arp]