Indonesia akan menjadi negara maju, makmur, dan sejahtera bila fokus pemerintahan ke depan bisa memberi perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi kelautan. Karena itulah, wacana akan membentuk Kementerian Maritim pada masa pemerintahan Jokowi-JK disambut baik. Hal itu akan mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Kemunculan Kementerian Maritim di era pemerintahan Jokowi-JK, seperti halnya mereka katakan pada janji-janji kampanyenya yang lalu itu merupakan itikad baik untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia,†kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Rokhmin Dahuri (Sabtu, 20/9).
Menurut Rokhmin, mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia bukan sesuatu yang mustahil untuk direalisasikan. Mengingat potensi dan sumber daya maritim selama ini belum “disentuh†secara maksimal.
Rokhmin menyebutkan, di wilayah pesisir dan laut Indonesia terkandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam, baik berupa SDA terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi), maupun SDA tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya).
Selain itu, Indonesia juga punya cadangan energi kelautan (seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); serta jasa-jasa lingkungan kelautan untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah.
Bahkan dari sisi wilayah, ekonomi kelautan Indonesia akan semakin strategis seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Hampir 70% total perdagangan dunia berlangsung di antara negara-negara di Asia Pasifik. Lebih dari 75% barang dan komoditas yang diperdagangkan juga ditransportasikan melalui laut, dan 45% nya (USD1500 trilyun per tahun) di antaranya melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
“Ini adalah potensi yang sungguh sangat besar. Sayangnya, paradigma pembangunan ekonomi dalam negeri selama ini masih berpusat di darat (land-based development), belum bergeser ke pengembangan berbasis kelautan (ocean-based development),†jelas pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI) tersebut.
Apalagi, belum lama ini presiden terpilih Jokowi mengatakan bahwa total kerugian negara akibat dari kegiatan ilegal yang terjadi di wilayah perairan Indonesia mencapai Rp300 triliun.
"Karena itu, langkah yang mesti segera dilakukan adalah mengubah paradigma lama tersebut. Pembangunan ekonomi nasional haruslah terintegrasi antara jalur kelautan dengan yang ada di darat," tegasnya.
Melalui reorientasi pembangunan dari basis daratan ke lautan, maka pelabuhan, armada pelayaran (transportasi laut) akan lebih maju dan efisien, yang selanjutnya akan membuat semua produk dari ekonomi daratan (pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, kehutanan, peternakan, bahan tambang dan mineral, dan manufaktur) akan lebih berdaya saing, karena biaya logistik akan lebih murah dan pergerakan barang bakal lebih cepat.
[zul]