Berita

Politik

Inefisiensi dan Politik Uang Pilkada Langsung Ibarat Rumput yang Tumbuh di Sawah

KAMIS, 11 SEPTEMBER 2014 | 15:14 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Inefisiensi, politik uang, dan konflik antar pendukung sejatinya hanya efek negatif dari upaya menjalankan substansi demokrasi dalam pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat Indonesia.

Karena itu sebenarnya ada alasan lain kenapa sejumlah partai politik yang tergabung Koalisi Merah Putih (KMP) ngotot agar Pilkada lewat DPRD.

"Sebenarnya masih ada satu alasan lagi, dan ini alasan pokok yang disembunyikan (semacam 'udang di balik batu') yakni untuk penguatan politik kekuasaan KMP di daerah-daerah," jelas peneliti senior The Indonesia Institute Abd. Rohim Ghazali dalam pesan singkat yang diterima Rakyat Merdeka Online (Kamis, 10/9).


Berdasarkan kalkulasi kekuatan kursi legislatif di daerah, jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, setidaknya ada 31 gubernur dan ratusan bupati/walikota yang akan berhasil direbut KMP.

"Jadi untuk meminimalisasi efek negatif, apalagi untuk membungkus 'udang di balik batu' realisasi substansi demokrasi dihilangkan adalah logika yang sesat dan menyesatkan," tegas kader muda Muhammadiyah ini.

Sesat karena efek negatif itu ibarat rumput yang tumbuh di sawah atau ladang di sela-sela tanaman pokok (padi atau palawija). Sementara menghilangkan rumput yang benar adalah dengan cara disiangi bukan dengan cara dicabut semua, termasuk tanaman pokoknya.

Tak hanya itu, menurut Rohim, logika pilkada lewat DPRD juga menyesatkan jika semata-mata dibangun atas asumsi “demokrasi perwakilan” yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai realisasi dari musyawarah mufakat.

"Makna demokrasi perwakilan dalam musyawarah mufakat adalah dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan-kebijakan sesuai kewenangan anggota legislatif, yakni budgeting, controlling, dan legislating, bukan termasuk kewenangan untuk memilih kepala pemerintahan," bebernya.

Sementara kalau lembaga legislatif ikut memilih eksekutif, dalam bahasa hukum, telah melakukan ultra petita, yakni mengeksekusi sesuatu di luar batas kewenangan yang dimilikinya. "Kewenangan legislatif ada tiga, dan itu sudah cukup. Jangan ditambah lagi dengan memilih kepala daerah yang menjadi hak warga negara," tandasnya. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya