"Untuk tahun 2018 per 20 Agustus, program satu juta rumah sudah mencapai 582.638 unit. Kami optimis karena masih punya waktu sekitar 4,5 bulan. Insya Allah di akhir tahun mencapai satu juta rumah dengan proporsi 60-70 persen rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," jelas Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid pada peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2018 bersama Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti baru-baru ini.
Hapernas diperingati setiap 25 Agustus sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia, di mana pemenuhannya menjadi tanggung jawab bersama. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Program Satu Juta Rumah pada 29 April 2015.
Program Satu Juta Rumah adalah adalah gerakan bersama oleh seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan baik pemerintah pusat, daerah, pengembang perumahan, perbankan, swasta dan masyarakat untuk mengatasi backlog perumahan di Indonesia.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti mengatakan, jumlah backlog perumahan berdasarkan konsep penghunian sebanyak 7,6 juta unit tahun 2015 ditargetkan turun menjadi 5,4 juta unit pada 2019. Sementara backlog perumahan berdasarkan konsep kepemilikan rumah sebanyak 11,4 juta unit tahun 2015 yang ditargetkan turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019.
Untuk meningkatkan jumlah pasokan rumah layak huni terutama yang terjangkau MBR. Ada empat tantangan yang dihadapi yakni pertama, tingkat keterjangkauan (affordability) MBR masih rendah baik membeli rumah dari pengembang, membangun secara swadaya maupun meningkatkan kualitas rumah yang tidak layak huni.
Kedua, ketersediaan dana (availability), di mana pola/skema pembiayaan perumahan bagi MBR terbatas. Ketiga akses MBR (accessibility) ke sumber pembiayaan perumahan atau lembaga keuangan untuk mendapat kredit pemilikan rumah (KPR) masih terbatas. Dan terakhir sumber dana (sustainability) pembiayaan perumahan masih bersifat jangka pendek sehingga tidak dapat berkelanjutan untuk KPR yang bersifat jangka panjang.
"MBR sebenarnya memiliki daya beli, namun mengalami kesulitan akses. Oleh karena itu pemerintah menggulirkan sejumlah program untuk memfasilitasi pembiayaan rumah bersubsidi," ujar Lana.
Program pembiayaan perumahan yang sudah berjalan seperti KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi AH menambahkan, tantangan pembangunan rumah MBR yakni terbatasnya lahan murah khususnya di kota metropolitan. Kementerian PUPR tengah mendorong terbentuknya Land Banking System dan konsepnya yang sedang dikaji oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Khalawi juga mengatakan bahwa pemerintah tengah membahas perubahan regulasi mengenai hunian berimbang antara rumah menengah atas dan MBR yang harus dibangun pengembang untuk dapat mempercepat Program Satu Juta Rumah.
Kementerian PUPR juga membangun rumah MBR di seluruh Indonesia seperti Rumah Susun (Rusun), Rumah Khusus (Rusus), Bantuan Stimulan Rumah Swadaya dan bantuan prasarana sarana dan utilitas (PSU) kepada pengembang yang membangun perumahan bersubsidi.
"Untuk program Rusus pada tahun 2018 lebih banyak dibangun di Indonesia wilayah timur yakni 60 persen dan 40 persen di wilayah barat. Beberapa lokasi Rusus yang saya kunjungi, penerima manfaat mengutarakan bahwa adanya program Rusus, rumah yang mereka tempati menjadi lebih sehat, anak-anak bermain jadi enak. Program ini sangat diharapkan oleh masyarakat kita yang jauh di kampung-kampung," papar Khalawi.
[***/wah]
BERITA TERKAIT: