Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI Basuki Hadimuljono mengatakan saat ini urbanisasi tidak hanya dilihat sebagai permasalahan, namun dapat menjadi peluang sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth) untuk mengurangi kesenjangan sosial dan spasial, mempromosikan keberlanjutan lingkungan, dan mendorong tanggung jawab sosial.
Menurutnya, kita perlu menjawab tantangan urbanisasi dengan memiliki rencana tata kota dan program pembiayaan perkotaan yang baik. Kita pun perlu terus mengikuti perkembangan teknologi dan budaya. Dia mencontohkan, jika dahulu budaya belanja masyarakat melalui toko-toko di supermarket, namun sekarang telah bergeser menjadi budaya belanja online.
"Ke depannya, urbanisasi perlu kita jawab dengan tepat dan bijak. Misal, apakah rencana tata kota masih membutuhkan pembangunan supermarket besar," terang Menteri Basuki pada acara Diskusi Panel Hari Habitat dan Hari Kota Dunia 2017, di Jakarta, Senin (30/10).
"Setiap tahunnya permasalahan perkotaan selalu berkembang salah satunya karena perkembangan budaya dan teknologi yang terus berubah. Perkembangan itu harus selalu diikuti melalui intelectual exercises yang tidak pernah berhenti, salah satunya melalui diskusi yang melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga didapatkan berbagai masukan untuk formulasi kebijakan dan program penataan perkotaan. Perlu kesabaran dalam upaya kita menata kota," ujarnya menambahkan.
Menteri Basuki mengatakan, tanpa perencanaan yang baik untuk menghadapi tingkat urbanisasi masyarakat yang tinggi akan mengakibatkan pelayanan prasarana dan sarana tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Permasalahan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan kumuh di perkotaan. Untuk menangani permukiman kumuh di wilayah perkotaan, Kementerian PUPR sendiri telah melaksanakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di 269 Kabupaten/Kota melalui pendanaan PLN (World Bank dan Islamic Development Bank), APBN, APBD dan pelibatan masyarakat.
Menteri Basuki mengungkapkan, dari target pengentasan kawasan kumuh seluas 38.431 hektar di wilayah perkotaan, dari tahun 2015 hingga tahun 2017 progres kawasan kumuh yang ditangani sudah mencapai 6.763 hektar dan diperkirakan akan mencapai 9.974 hektar pada akhir tahun 2019. Menurutnya, pengentasan kawasan kumuh menjadi salah satu dari target Kementerian PUPR yang kemungkinan belum bisa tercapai pada 2019. Dari beberapa kota yang terlihat signifikan perubahannya diantaranya Jogjakarta, Surabaya, Balikpapan, Pontianak dan Semarang.
"Memang tidak mudah untuk menangani permasalahan kawasan kumuh perkotaan, karena tidak hanya masalah ke-Cipta Karya-an, tetapi perbaikan kawasan juga harus diikuti dengan penyediaan rumah bagi masyarakat miskin berpenghasilan rendah, contohnya di Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang kita perbaiki dengan teknologi rumah apung. Selain itu, dalam rangka mengurangi kekumuhan kita juga menormalisasi Banjir Kanal Timur Semarang, mengadakan perbaikan drainase dan sanitasi sehingga kawasan kumuh berubah menjadi lebih layak huni," ujarnya.
Turut hadir mendampingi Menteri Basuki, Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Rildo Ananda Anwar, Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Sri Hartoyo, Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti dan Dirjen Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin dan Kepala Badan Pengembangan Badan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Rido Matari Ichwan.
Usai membuka acara diskusi tersebut yang ditandai dengan pemukulan gong, Menteri Basuki mengikuti dengan serius diskusi panel sesi pertama yang disampaikan oleh Pemimpin Program World Bank Indonesia Taimur Samad dan Advisor Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Tito Murbiantoro dengan tema Kebijakan Hunian Layak dan Terjangkau. Tito mengatakan, berdasarkan aturan Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. “Salah satu upaya pengembangan sistem pembiayaan yakni dengan melihat perbandingannya dari negara lain yang sudah dianggap maju dalam pengembangan sistem pembiayaan perumahan,†ujar Tito.
Turut hadir sebagai pembicara pada acara tersebut Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Ahli Ekonomi Emil Salim, Meitya Rose dari UCLG-Aspac, Risnawati Utami dari Ohana Indonesia, Ahli Kebijakan Perumahan Encep R. Marsadi, Habitat for Humanity Herbert Barimbing, dan Ummu Azizah Mukarnawati dari Holcim Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) juga memperoleh sertifikat ISO 9001 dari Badan Sertifikasi ACM Indonesia yang berakreditasi dari The United Kingdom Accreditation Service (UKAS) di Inggris. PPDPP merupakan unit organisasi non eselon yang bertanggung jawab kepada Menteri PUPR melalui koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan.
Melalui implementasi ISO 9001:2015, PPDPP berkomitmen untuk menjadi unit kerja yang lebih profesional agar meningkatkan kualitas pelayanan, mampu mengidentifikasi resiko dan peluang dalam mencapai sasaran strategis, serta membuktikan bahwa SMM yang diterapkan memenuhi standar internasional.
Menteri Basuki mengingatkan PPDPP tidak cukup hanya puas dengan prestasi yang telah dicapai tersebut dengan memperoleh sertifikat ISO. Menurutnya hal tersebut harus dibuktikan dengan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.Pelayanan itu meliputi pemberian informasi yang lebih transparan, termasuk perilaku staf yang melayani masyarakat.
"Saya harap ISO ini tidak membebani manajemen dengan hanya sibuk mengurusi administrasi untuk mempertahankan sertifikat ISO. Kalau sudah dapat ISO harus mencerminkan pelayanan yang kredibel, akuntabel dan transparan," ujarnya.
[rus/***]
BERITA TERKAIT: