Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mulai Dari Pinggiran, Kementerian PUPR Percepat Pembangunan Tujuh PLBN Terpadu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/dede-zaki-mubarok-1'>DEDE ZAKI MUBAROK</a>
LAPORAN: DEDE ZAKI MUBAROK
  • Kamis, 10 Maret 2016, 21:36 WIB
Mulai Dari Pinggiran, Kementerian PUPR Percepat Pembangunan Tujuh PLBN Terpadu
Basuki Hadimuljono
rmol news logo Dalam rangka meningkatkan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia sesuai dengan agenda Nawacita, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ini memprioritaskan pembangunan Indonesia dari daerah terluar dan terdepan.

Untuk itu, pembangunannya terus digenjot karena akan menjadi pintu gerbang bagi masuknya warga negara asing, khususnya yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia. Selain itu, wilayah perbatasan merupakan cerminan kehidupan sosial dan budaya Indonesia di mata negara lain.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menjadi kementerian teknis pengembangan infrastruktur di Indonesia telah melakukan pembangunan tujuh Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu yang nantinya menjadi pintu gerbang bagi warga negara asing masuk ke Indonesia.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan Indonesia dari daerah terluar dan terdepan ini masuk dalam Agenda Nawacita sekaligus masuk dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019, dan dijabarkan ke dalam agenda perencanaan kewilayahan dan kerangka anggaran hingga 2019.

Untuk tahun 2016 ini Kementerian PUPR antara lain melanjutkan penanganan jalan perbatasan, termasuk penanganan akses perbatasan dan pembangunan PLBN Terpadu yang dibangun di tujuh wilayah", kata Basuki di Jakarta.

Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Investasi, Rido Matari Ichwan mengatakan, tujuh PLBN Terpadu tersebut yaitu Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk wilayah Kalimantan Barat terdapat di Aruk, Nanga Badau dan Entikong. Serta di Skouw yang berada di Papua.

Menurutnya, dari tujuh yang dibangun, dua diantaranya merupakan PLBN Terpadu besar yaitu Entikong dan Motaain. Pembangunannya sudah dimulai pada 2015, sementara lima lainnya baru awal tahun ini dimulai. Kemudian Rido mengatakan bahwa pembangunan PLBN Terpadu  sangat penting karena Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa negara lain diantaranya seperti Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste.

"Sesuai instruksi Presiden Jokowi, pembangunan PLBN Terpadu ini dilakukan secara maksimal sehingga PLBN yang dimiliki Indonesia akan jauh lebih baik dari yang dimiliki negara tetangga", katanya.

Dengan pengerjaan yang terstruktur dan sistematis, sambungnya, Kementerian PUPR menargetkan pembangunan tujuh PLBN Terpadu ini akan selesai pada akhir 2016.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Cipta Karya hingga per 1 Maret, progres kegiatan fisik PLBN Terpadu Entikong telah mencapai 44,52 persen, Motaain 49,12 persen, Aruk 0,09 persen, Nanga Badau 0,39 persen, Motamasin 3,17 persen, Wini 10,88 persen, serta Skouw 6 persen.

Kalau PLBN Terpadu di Motaain selesai sekitar Oktober (2016) dan yang lainnya pada Desember (2016). Lama penyelesaiannya berbeda-beda karena awal pengerjaannya dilakukan tidak berbarengan, namun target kami semuanya sudah bisa beroperasi akhir tahun ini", tegas Rido.

Rido melanjutkan, dalam pembangunan PLBN Terpadu tersebut, Kementerian PUPR melakukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian Hukum dan HAM yang nantinya berkaitan dengan keimigrasian, hingga Kementerian Pertahanan karena pembangunan PLBN Terpadu juga sebagai bentuk pengamanan Indonesia dari batas terluarnya.
 
Diakui Rido, ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pembangunan PLBN Terpadu ini, antara lain terbatasnya sumber daya pekerja, material, dan bahan bakar minyak (BBM) akibat minimnya akses menuju kawasan perbatasan.

"Kita sering kesulitan membawa alat berat seperti eskavator karena harga¬nya cenderung mahal untuk dibawa ke perbatasan. Belum lagi, kawasan perbatasan seringkali tak bersahabat dengan alat-alat berat untuk konstruksi karena sebagian besar merupakan daerah pegunungan", ujar Rido.

Tantangan lainnya, kata dia, adalah sulitnya mobilisasi alat dan material akibat keterisolasian yang kerap terjadi di kawasan perbatasan. Hal ini diperparah karena sebagian wilayah perbatasan berada atau melewati hutan lindung dan area konservasi sehingga memerlukan izin pinjam pakai atau kolaborasi.

"Namun dengan tekad yang kuat dan kerjasama yang terjalin dengan berbagai pihak dan instansi, kami yakin pengerjaan PLBN Terpadu bisa selesai tepat waktu sehingga bisa digunakan sesuai peruntukkannya melaksanakan tertib administrasi mobilisasi masyarakat lintas negara sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia", tuntas Rido. ***

 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA