MENTERI Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pengendalian banjir yang dilaku¬kan kementeriannya dilaksanakan dari hulu hingga hilir.
"Dengan penanganan yang terintegrasi ini, diharapkan dapat mengurangi banjir diberbagai wilayah di Indonesia, dan mencegahnya menjadi bencana. Sekaligus meminimalisir dampak sosial yang ditimbulkan akibat banjir," kata Basuki.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Mudjiadi menambahkan, pengendalian banjir adalah bagian dari kegiatan utamanya, termasuk pembangunan bendungan, irigasi, penyediaan air baku dan pengendalian daya rusak akibat banjir.
"Berdasarkan data kami, terdapat 22 kota di Indonesia yang rawan banjir. Penanganan terintegrasi dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Daerah, swasta hingga berbagai lapisan masyarakat," kata Mudjiadi.
Untuk sistem pengendalian sebelum banjir, Kementerian PUPR juga melakukan normalisasi-normalisasi pada sungai yang dinilai sudah berkurang kapasitas aliran airnya dari ukuran normalnya.
Selain itu, Kementerian PUPR juga membuat sodetan-sodetan di sungai-sungai yang tidak mampu menampung debit air saat terjadi banjir. Untuk Jakarta, ada 13 su¬ngai yang sudah direhabilitasi dan dinormalisasi, mulai dari sungai Pesanggrahan, Angke, Sunter dan normalisasi yang paling besar dilakukan di sungai Ciliwung.
"Ciliwung penanganannya dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Untuk hulunya akan dibangun Dam (bendungan), sementara di hilir dilakukan penambahan pintu air seperti di Manggarai dan Karet. Dengan begitu, daya buang air bisa meningkat dari sebelum¬nya 300 kibik per detik menjadi lebih dari 500 kibik per detik," ujar Mudjiadi.
Selain di Jakarta, Kementerian PUPR juga melakukan normalisasi sungai-sungai di daerah lainnya seperti sungai Citarum di Ban¬dung, Jawa Barat, Sungai Cisadane, Tangerang dan Sungai Asahan di Sumatera Utara.
Sementara untuk sistem pengendalian saat terjadi banjir, kata Mudjiadi, Kementerian PUPR melalui tim tanggap darurat infrastruktur, khusus piket banjir dan siaga banjir terjun langsung melakukan perbaikan infrastruktur pendukung seperti perbaikan tanggul jebol atau perbaikan pompa air.
"Tim piket banjir dan siaga banjirnya tersebar di 33 balai pengendalian air di seluruh Indonesia. Kalau ada banjir, tim ini langsung turun memantau infrastruktur," kata Mudjiadi.
Begitu nanti banjir selesai, pengendalian dilakukan dengan melakukan pengecekan infrastruktur sumber daya air. Jika ada kerusakan infrastruktur, tim tanggap darurat dan siaga banjir akan melakukan perbaikan.
Mudjiadi mengatakan, siapa¬pun tidak bisa memprediksi dan menghi-langkan banjir karena curah hujan yang turun merupakan kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Manusia hanya bisa meminimalisir banjir. Di Indonesia, faktor banjir dipengaruhi beberapa hal. Mulai dari curah hujan, kapasitas sungai hingga perilaku manusia.
Selama ini, Kementerian PUPR sudah mendesain kapasitas pengendalian dan prasarana banjir, tapi kenyataannya curah hujan kadang rendah dan kadang tinggi yang akhirnya mengakibatkan banjir.
"Misal kita desain normalisasi sungai mampu menampung curah hujan antara 150 hingga 180 mililiter per detik, ternyata hujan yang turun lebih besar, antara 200-500 mililiter per detik. Ini juga jadi salah satu faktor penyebab banjir," kata Mudjiadi.
Selain itu, masih ada beberapa sungai yang kapasitasnya tampungnya belum diperbesar. Belum lagi prilaku manusia yang mengabaikan pemeliharaan lingkungan sehingga prilaku yang salah semakin besar membuka peluang terjadinya banjir.
Kementerian PUPR juga terus melakukan sinergi dengan berbagai pihak. Pemerintah daerah juga diminta konsekwen memperhatikan tata ruang kota. Kalau memang itu daerah resapan air, jangan dibangun menjadi permukiman, atau area komersial seperti mall.
"Kementerian PUPR terus melakukan koordinasi, mulai dari tingkat kota hingga nasional. Bahkan sebelum musim penghujan pun kita sudah melakukan koordinasi tingkat nasional yang dipim¬pin langsung Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani," tandasnya. *
Pembangunan Bendungan Hulu dan Normalisasi Sungai Terus DigenjotKEMENTERIAN Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan membangun dua bendungan di Jawa Barat dan sodetan sungai guna mengendalikan banjir.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Mudjiadi mengatakan, kedua bendungan itu adalah Sukamahi dan Ciawi, yang direncanakan dibangun pada 2016. Sementara sodetan sungai dilakukan di Ciliwung dan Cisadane untuk mengurangi debit air saat curah hujan meningkat.
"Pemerintah pusat berupaya mengatasi banjir di Jakarta dengan cara mengendalikannya melalui pembangunan bendungan di bagian hulu Jakarta. Jika di ba¬gian hulu datarannya lebih tinggi dan dibangun bendungan, maka aliran air pada musim hujan dapat diatur sehingga tidak semua mengalir ke Jakarta," ujarnya.
Mudjiadi menambahkan, pemerintah juga terus melakukan normalisasi untuk meningkatkan kapasitas penampungan air di sungai. Di Jakarta, normalisasi dilakukan di Sungai Pesanggrahan, Angke, Sunter, Krukut dan Ciliwung. Namun memang masih terkendala pembebasan lahan, sehingga pengerjaan yang dilakukan belum bisa rampung secara tuntas, termasuk sodetan Sungai Ciliwung.
"Saat ini, dari 1,2 kilometer sodetan yang akan menghubungkan sungai Ciliwung dan Banjir Kanal Timur (BKT), barus selesai 600 meter. Mulai dari jalan Otista 3 hingga bypass jalan DI Panjaitan. Yang jadi masalah dari Otista 3 hingga Bidara Cina pembebasannya belum beres dan saat ini ma¬suk class action, masuk pengadilan sehingga pengerjaan kita terhambat," sesak Mudjiadi.
Selain melakukan normalisasi dan sodetan sungai, Kementerian PUPR Meningkatkan penyediaan pompa air berkapasitas besar pada saat banjir. Pompa tersebut, tersedia di tiap balai dan posko Sumber Daya Air yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk Jakarta, lokasi balai ada di Cawang, Jakarta Timur.
Mudjiadi mengakui, masalah pembebasan lahan dalam setiap proyek normalisasi sungai dan pembenahan tata ruang kota untuk mencegah banjir tidak hanya terjadi di Jakarta.
"Kita sebenarnya siap membenahi permasalahan banjir, tapi karena banyak kasus penolakan saat pembebasan lahan, kita tidak bisa bekerja, dan akhirnya banyak alat berat yang menganggur seperti yang terjadi di pengerjaan sodetan Ciliwung," ujarnya.
Padahal, menurutnya, kalau sodetan Ciliwung ini selesai minimal bisa mengurangi dampak banjir karena proyek ini merupakan satu sistem penanganan banjir yang terintegrasi.
Untuk penanggulangan banjir secara keseluruhan dan terintegrasi, pemerintah juga meminta masyarakat berpartisipasi dengan tidak buang sampah dan mendirikan bangunan di bantaran sungai.
"Kita dengan Pemda juga percepat pembebasan lahan di bantaran sungai. Selain ilegal, tinggal di bantaran sungai sangat membahayakan keselamatan. Dengan melakukan normalisasi dan merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai, negara ikut berperan menjamin kesela-matan warga negaranya," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: