Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penetapan Ketua KPU Definitif Sah?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-yudhantoko-5'>AHMAD SATRYO YUDHANTOKO</a>
OLEH: AHMAD SATRYO YUDHANTOKO
  • Selasa, 30 Juli 2024, 09:51 WIB
Penetapan Ketua KPU Definitif Sah?
Mochammad Afifuddin/RMOL
ENTAH masyarakat tahu atau tidak, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) sudah memiliki Ketua Definitif pengganti Hasyim Asyari yang dipecat karena tindakan asusila.

Mungkin, bagi masyarakat yang konsen pada dunia kepemiluan sudah mengetahui penetapan Mochammad Afifuddin sebagai Ketua KPU RI Definitif sisa masa jabatan periode 2024-2027 pada Minggu, 28 Juli 2024, setelah menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU sejak 4 Juli 2024.

Penetapan Afif itu bertepatan dengan pelaksanaan Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Surat Suara Ulang dan Rekapitulasi Penghitungan Pemungutan Suara Ulang (PPSU-PSU) pemilihan legislatif (Pileg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) 2024.

Juga, dilakukan sekitar 3 minggu 4 hari pasca Afif menjabat Plt Ketua KPU RI, dan di saat satu kursi komisioner KPU RI masih kosong atau belum diisi usai pemecatan Hasyim Asyari oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI), karena berbuat asusila kepada seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag, Belanda berinisial CAT.

Jika peka terhadap tata kelola kelembagaan penyelenggara pemilu, seharusnya muncul pertanyaan mendasar di publik mengenai, "Apakah penetapan Ketua KPU Definitif tersebut telah sesuai prosedur, dan bukan karena mendadak akibat dilaksanakan tahapan pemilu atau bahkan kepentingan politik tertentu yang menekan dari luar?

Kepekaan hukum publik terkait tata kelola kelembagaan penyelenggara pemilu itu memang harus disadarkan.

Tak bisa dipungkiri, untuk menetapkan hasil pemilu atau bahkan PPSU dan PSU yang diamanatkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) akibat perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), KPU harus memiliki Ketua Definitif sebagaimana tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) 3/2020 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.

Dalam Pasal 62 ayat (5) PKPU 3/2020 menyatakan, Rapat Pleno Terbuka sebagaimana dimaksud ayat (1) dipimpin oleh Ketua KPU (bukan Plt), Ketua KPU Provinsi, Ketua KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.

Namun, pada ayat selanjutnya yakni Pasal 62 ayat (6) PKPU 3/2020 memberikan pengecualian yang bunyinya, "Dalam hal (apabila) Ketua KPU, Ketua KPU Provinsi, Ketua KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya berhalangan, Rapat Pleno Terbuka dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.

Jika mengacu aturan teknis yang dibuat KPU sendiri tersebut, Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Rekapitulasi PPSU-PSU Pileg DPR RI dan DPD RI 2024 tidak bisa juga dijadikan alasan mendesak untuk menetapkan Ketua KPU Definitif.

Anggota KPU RI yang memimpin Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat (Sosdikli Parmas), August Mellaz menyatakan Afif dipilih seluruh komisioner yang tersisa sebagai Ketua KPU RI Definitif 2024-2027, dan pelaksanaannya telah sesuai Pasal 9 PKPU 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota sebagaimana yang telah beberapa kali diubah menjadi PKPU 3/2020 dan terakhir menjadi PKPU 12/2023.

Apabila dibaca, Pasal 9 PKPU 8 Tahun 2019 berbunyi; pada ayat (1) menyatakan "Ketua KPU dipilih dari dan oleh anggota (komisioner) melalui Rapat Pleno Tertutup", sementara pada ayat (2) menyatakan; "Ketua KPU sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU".

Hingga tulisan ini terbit, Redaksi tidak mendapati Surat Keputusan KPU yang terbit mengenai penetapan Mochammad Afifuddin sebagai Ketua KPU RI Definitif untuk periode 2024-2027.

Jika berkaca pada pengalaman KPU RI Periode 2017-2022, penetapan Ilham Saputra sebagai Ketua KPU Definitif periode 2021-2022 dilakukan dalam Rapat Pleno dan dengan mengeluarkan surat keputusan (SK) KPU RI Nomor 243/SDM.13-Kpt/05/KPU/IV/2021 tentang Penetapan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Periode 2017-2022 yang ditetapkan pada hari Rapat Pleno yakni 14 April 2021.

Di samping itu, penetapan Ilham Saputra juga diputuskan dalam Rapat Pleno yang sudah dihadiri lengkap oleh 7 komisioner. Padahal, pada Januari 2021 terdapat satu komisioner KPU yaitu Wahyu Setiawan yang dipecat, karena terjerat kasus korupsi pelolosan calon anggota legislatif (caleg) dari PDI Perjuangan.

Jika dibandingkan dengan penetapan Afif sebagai Ketua KPU RI Definitif meneruskan sisa masa jabatan Hasyim Asyari untuk periode 2022-2027, perbedaan yang cukup mencolok sangat kentara. Yaitu, diputuskan sebelum mengangkat satu komisioner yang dalam fit and proper test berhak diangkat oleh Presiden Joko Widodo.

Nama yang mendapat nilai kedelapan ialah Viryan Aziz. Namun, yang bersangkutan meninggal dunia karena sakit. Oleh karena itu, yang berhak ialah Iffa Rosita yang mendapat peringkat nilai kesembilan.

Tetapi, sudah hampir sebulan berlalu pasca pemecatan Hasyim Asyari, Presiden Jokowi tak kunjung mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pengangkatan Iffa Rosita. Tak cuma itu, para komisioner KPU RI yang tersisa 6 orang tidak mendesak kepala pemerintahan untuk segera menetapkan Iffa Rosita.

Padahal, masyarakat di seluruh daerah di Indonesia bakal menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Di mana, tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah sudah akan berlangsung pertengahan bulan Agustus 2024, dan pencoblosan berlangsung pada 27 November 2024.

Kelembagaan KPU kini diterpa krisis kepercayaan publik. Tetapi, keseriusan untuk memperbaiki berbagai persoalan yang muncul, terutama soal keterbukaan masih menjadi dilema tersendiri.

KPU diberi mandat oleh konstitusi dan undang-undang sebagai penyelenggara pemilu yang menghasilkan pemimpin-pemimpin melalui pemilu langsung. Seyogyanya seluruh masyarakat menyoroti kinerja mereka, agar pemimpin yang lahir bukan berdasarkan kepentingan segelintir orang tapi memihak kepada kepentingan masyarakat luas.

Seperti kata filsuf Yunani Plato, "Salah satu hukuman karena menolak berpartisipasi dalam politik adalah bahwa anda diperintah oleh bawahan anda".

Oleh karenanya, integritas dan profesionalisme penyelenggara pemilu dan pemimpin negara membutuhkan keaktifan masyarakat luas.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA