Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembangunan Inklusif untuk Tingkatkan SDM di Papua

OLEH: DIMAS RAHMAT NAUFAL WARDHANA *

Kamis, 08 Juni 2023, 09:45 WIB
Pembangunan Inklusif untuk Tingkatkan SDM di Papua
Peta Papua/Net
PEMBANGUNAN berkeadilan adalah salah satu cara untuk membuat masyarakat daerah dengan daerah lainnya tidak terjadi kesinambungan yang signifikan.

Untuk itu perlunya pembangunan inklusif perlu diprioritaskan. Kemudian pada prosesnya, pemerintah sudah melakukan terobosan dengan melakukan model pembangunan berbasis sosiokultural.

Pemerintah Daerah Provinsi Papua pun mengapresiasi pemerintah pusat karena telah menegaskan dan mengakomodir kepentingan pembangunan di Papua seperti tercantum dalam RPJMN 2015-2019 Buku III.

Dikatakan juga oleh Kepala Bappeda Provinsi Papua, Muhammad Musaad bahwa untuk membangun Papua, tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja.

"Salah satunya dengan melakukan percepatan melalui pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan saat ini. Supaya lebih terfokus dan tepat sasaran sesuai kebutuhan daerah. Dengan melibatkan semua Kementerian/Lembaga dalam satu isu strategis pembangunan akan lebih efektif,” tutur Musaad.

Kemudian pembangunan sosiokultural yang bisa mencapai pembangunan berkelanjutan inklusif ini supaya masyarakat Papua kembali pada homogenitasnya.

Pakar bidang Antropologi FISIP UI, Achmad Fedyani Saifuddin menyampaikan bahwa Papua memiliki aneka ragam kebudayaan yang mencakup suku bangsa dengan teritorial, adat-istiadat, keyakinan, nilai-nilai, dan bahasa.

Namun, pandangan etik yang telah berlangsung lama memandang masyarakat Papua dari sudut pandang orang luar. Sehingga, representasi Papua yang terlihat adalah homogenitas.

“Kira-kira tahun 70an, atau justru sebelumnya, Papua dilihat hanya sebagai satu provinsi besar. Jadi Papua sebesar itu hanya dipandang sebagai satu provinsi, Irian Jaya” ucap Achmad Fedyani Saifuddin.

Selain homogenisasi, pelabelan gerakan-gerakan sosial budaya menjadi gerakan lokal terjadi dalam literatur-literatur yang dipublikasikan. Istilah-Istilah seperti Nativistic movement, Revitalization Movement, Messianic Movement, atau Cargo Cult dipakai untuk melabel gerakan komunitas di Papua.

Pembingkaian yang serupa juga terjadi dari sudut pandang otoritas atau pemerintah. Gerakan-gerakan tersebut dipandang sebagai gerakan separatis, gerakan perlawanan yang kecenderungannya untuk memisahkan diri.

Dalam hal ini, Achmad menekankan bagaimana vitalnya sebuah buku teks (textbook) membentuk pengetahuan generasi selanjutnya.

Untuk mengembalikan Papua pada homogenitasnya, perlu keikutsertaan pembangunan inklusif itu sendiri. Terutama pada pembangunan ekonomi yang berinklusif untuk pemerataan pendapatan di daerah Papua untuk mengatasi ketertimpangan kemiskinan.

Jika kemiskinan masih melanda di Papua dengan aksesibilitas pembangunan inklusif berkurang, maka akan terjadi marginalisasi. Untuk itu pemberdayaan pembangunan inklusif kepada ekonomi Papua sangat penting dalam mengatasi sosiokultural heterogenitas pada Papua yang lalu disebabkan kesejahteraan masyarakat Papua tidak adil dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Demikian dari hal tersebut perlunya kebersamaan yang dulunya terpisahkan, terasingkan dan dengan regulasi pemerintah yang sudah diberlakukan pada RPJMN 2020 – 2024 dan RPJMN 2020 – 2025 perlu di perhitungkan alokasi yang diperlukan dan apa yang dibutuhkan masyarakat Papua yaitu kesejahteraan dan kenyamanan hidup untuk bersosialisasi.

Selanjutnya perencanaan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) berada di tahun terakhir pada berprosesnya RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2020-2024. Untuk itu Wakil Presiden, Maruf Amin meminta agar RKP Tahun 2024 harus mampu menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

“RKP Tahun 2024 harus mampu menjawab, bagaimana Indonesia melakukan transformasi ekonomi dengan tetap memperhatikan inklusivitas pada setiap tingkat masyarakat, sekaligus menciptakan pembangunan berkelanjutan,” ujar Wapres saat memberikan arahan pada Musrenbangnas RKP 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020 – 2050, di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Selasa (16/5).

Pemerataan pembangunan inklusif di Papua perlu memperhatikan sosial budaya yang ada di Papua. Oleh karena itu, pembangunan inklusif yang berbasis sosiokultural harus di diskusikan bersama pemerintah daerah Papua dan juga dengan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Papua supaya bertujuan pada turunnya kekerasan yang terjadi, diskriminasi yang terjadi, dan juga pembangunan inklusif ini menjadi konektor dari permusyawaratan para masyarakat dengan pemerintah pusat maupun daerah.

Kebijakan pemerintah dalam membangun sektor perhubungan di Papua disebabkan karena kehidupan masyarakat di pegunungan Papua sangat bergantung pada konektivitas transportasi udara.

Pembangunan bandara di pegunungan Papua dilakukan oleh Kementerian Perhubungan juga sangat mendukung kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga di seluruh wilayah Papua. Sebelum kebijakan BBM satu harga diterapkan, harga BBM Rp 50 ribu per liter hingga Rp 100 ribu/liter.

Adanya kebijakan BBM satu harga diberlakukan pemerintah saat ini masyarakat di Papua, dengan begitu para masyarakat bisa membeli BBM Rp 6.500 per liter sama dengan daerah lain di Indonesia. Kemudian konektivitas wilayah dan mobilitas penduduk antarpulau di Papua diwujudkan melalui penyelenggaraan angkutan laut dan/atau udara.

Saat ini terdapat kurang lebih 389 lapangan terbang yang tersebar hampir di seluruh kabupaten dan distrik, di Provinsi. Perlunya konektivitas jalur transportasi untuk mengantar bahan baku ke tempat produksi, lalu konektivitas pada perjalanan yang menanjak ke perumahan warga Papua perlu diperhatikan, karena melihat dari kondisi geografi di Papua di sana memiliki banyak pegunungan, bukit yang landai maupun terjal.

Selanjutnya hadirnya pembangunan ekonomi inklusif membuat masyarakat Papua terkontrol atas gizinya, hingga menurunnya stunting di Papua juga menjadi hal yang utama. Kemudian pembangunan ekonomi inklusif sebagai pencegah kemiskinan dengan keterbukaan lapangan pekerjaan yang di mana aksesibilitas dilengkapi transportasi umum dengan harga yang memadai juga menjadi meningkatnya pendapatan per kapita di daerah Papua.

Pemerintah daerah juga harus terus memberikan dorongan guna peningkatan kualitas sumber daya manusia di Provinsi Papua dengan memberikan kesempatan belajar ke berbagai universitas dan pegunungan tinggi kepada anak-anak asli Papua.

Seperti pemberian beasiswa untuk memberi mereka dunia ilmu pengetahuan yang luas, karena dengan hal itu rasa khawatir generasi selanjutnya akan terkonstruktif.

Lalu kendala pembangunan infrastruktur perhubungan di antaranya luasnya wilayah Provinsi Papua khususnya jika dibandingkan dengan penduduknya yang bermukim secara terpencil dan terpencar.

Untuk itu, pedestrian di sana juga diperlukan supaya pembangunan inklusifitas berjalan pada hakikatnya, hingga menghindari konsekuen yang terjadi pada masyarakat Papua yang ditakutkan berafiliasi ke hal negatif.

Dengan berbagai polemik yang ada di Papua serta pemerataan pembangunan yang dilakukan pada anggaran OTSUS Jilid 2, bisa berdampak besar pada peningkatan moralitas SDM di Papua. rmol news logo article

*Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA