Ramai disebut ada sebuah kesepakatan bernama Perjanjian Batutulis yang diteken pada 16 Mei 2009. Berdasarkan sebaran yang beredar, perjanjian itu diberi judul “Kesepakatan Bersama PDI Perjuangan dan Partai Gerindra dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 2009-2014â€.
Kesepakatan dilakukan langsung antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Isinya ada 7 pasal, dengan pasal pamungkas berbunyi, “Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.â€
Pasal ini disebut-sebut sebagai bagian dari komitmen PDIP yang pada tahun 2009 didampingi Gerindra dalam mengarungi pilpres. Kedua partai mendukung duet Megawati-Prabowo (Mega-Pro), yang akhirnya kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.
Perjanjian Batutulis dianggap sebagai hal yang serius lantaran ditutup dengan tanda tangan Megawati dan Prabowo, di mana coretan tinta Megawati menyerempet materai 6000.
10 Tahun Tanpa RealisasiPDIP dan Gerindra yang kalah dalam Pilpres 2009 kemudian berpegang teguh pada pendirian untuk menjadi partai oposisi. Keduanya, menolak untuk bergabung dengan koalisi pemerintah dan terus melakukan kritik pada kebijakan SBY-Boediono.
Di tahun 2012, kedigdayaan duet PDIP-Gerindra seolah menjadi-jadi. Di mana partai ini berhasil membawa tokoh fenomenal dari Solo, Joko Widodo yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menang di Pilkada DKI Jakarta.
Hanya saja, yang luput dari perhatian adalah kemenangan di DKI Jakarta juga menjadi awal perpecahan duet emas kedua oposisi. Hal itu terjadi di saat Pilpres 2014, secara mengejutkan PDIP justru mengusung Jokowi yang baru memimpin 2 tahun di Jakarta untuk berlaga di pilpres.
Prabowo diabaikan PDIP. Sebagian mereka yang percaya Perjanjian Batutulis itu ada menilai, PDIP telah berkhianat pada Gerindra. Semakin menyakitkan lantaran pengkhianatan itu dilakukan oleh orang yang turut “dibesarkan†oleh Prabowo. Terjadilah drama “Prabowo vs Jokowi†di periode itu.
Drama berlanjut hingga ke Pilpres 2019. Prabowo masih ngotot untuk menjadi presiden, sementara Jokowi tetap didukung PDIP untuk melanjutkan periode kedua. Pertarungan di tahun 2019 menjadi sengit lantaran polarisasi masyarakat meningkat dengan tajam. Rasa saling membenci, permusuhan, dan saling mencaci menjadi penuh di ruang maya maupun nyata.
Batutulis II Masih BuramDinamika di tingkat elite berubah usai Jokowi dilantik jadi presiden untuk kali kedua. Lewat lobi-lobi “MRTâ€, Prabowo mengiyakan untuk bergabung dalam lingkaran istana sebagai Menteri Pertahanan RI. Jadi pembantu Jokowi.
Hubungan antara PDIP dan Gerindra seketika kembali mesra. Prabowo bahkan tampak berkali-kali sowan ke Jalan Teuku Umar, kediaman Megawati Soekarnoputri. Kemesraan memberi gambaran Batutulis Jilid II akan terlaksana pada 2024. Skemanya, Prabowo diusung bersama oleh PDIP dan Gerindra menjadi capres. Sementara pendampingnya adalah Puan Maharani, yang kini menjabat Ketua DPR RI.
Skema menduetkan Prabowo-Puan
nyaring berbunyi. Dari Gerindra maupun PDIP tidak ada yang tegas berani membantah penjodohan ini. Bisa jadi ada restu dari Megawati untuk menyukseskan perkawinan tersebut.
Namun yang perlu dicatat, tidak ada juga penegasan dari Megawati di ruang publik bahwa dia akan menyatakan dukungan untuk Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Ketiadaan penegasan ini sekaligus menyangsikan kebenaran tentang Perjanjian Batutulis. Apalagi, Megawati dikenal sebagai tokoh politik yang memegang teguh komitmen, sehingga sulit rasanya mengatakan Megawati ingkar janji. Yang paling mudah adalah menyebut bahwa Perjanjian Batutulis memang sebatas mitos.
Prabowo Subianto: Capres Nggak Harus SayaPernyataan gamblang dan tegas secara mengejutkan disampaikan Prabowo Subianto usai dirinya berkunjung ke kantor Partai Nasdem. Di Nasdem Tower, Prabowo bertemu langsung dengan Surya Paloh. Pertemuan keduanya berlangsung alot hingga 5 jam, waktu yang tidak biasa dalam pertemuan petinggi partai.
Setelah pertemuan itu, Prabowo diadang oleh wartawan untuk mengurai isi pertemuan. Di hadapan pewarta, mantan Danjen Kopassus tersebut langsung gamblang menyebut dirinya tidak harus maju pada Pilpres 2024 mendatang.
“Yang berpengalaman. Ya nggak harus Prabowo, siapa saja,†ujarnya saat ditanya tentang peluang mencalonkan diri maju dalam Pilpres 2024. Prabowo didampingi Surya Paloh dan para elite Gerindra serta Nasdem saay menyampaikan itu.
Pernyataan ini seolah menggugurkan semua prediksi tentang Batutulis II. Prabowo sudah
legowo untuk tidak lagi jadi “manten†yang tampil ke pelaminan untuk kali keempat. Apresiasi tinggi perlu ramai-ramai diberikan untuk kelapangan hati Prabowo.
Artinya, pilpres tidak tersandera dengan “mitos†yang mengharuskan PDIP dan Gerindra kawin, lalu mengusung Prabowo sebagai capres. Artinya lagi, kedua partai jika memang nantinya berkoalisi, bisa lebih dinamis dalam menentukan pasangan “temantenâ€. Peluang menang juga akan menjadi lebih terbuka lebar karena mereka yang diusung tentu akan digodog matang, baik rekam jejak, pengalaman, prestasi, hingga visi untuk membangun negeri.
Ketidakhadiran Prabowo dalam Pilpres 2024 mendatang, juga akan membuat sentimen agama yang merusak kehidupan bangsa bisa perlahan dihilangkan. Istilah “kampret†dan “cebong†kecil kemungkinan akan kembali muncul. Sebab, dua tokoh yang didukung kelompok itu tidak lagi muncul.
BERITA TERKAIT: