Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

LSI Denny JA Beberkan Isu Penundaan Pemilu Layu Sebelum Berkembang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 10 Maret 2022, 18:20 WIB
LSI Denny JA Beberkan Isu Penundaan Pemilu Layu Sebelum Berkembang
Peneliti LSI Denny JA, Adian Sopa/Repro
rmol news logo Setidaknya ada empat alasan kenapa wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode potensial untuk layu sebelum berkembang.

Hal itu terpotret dalam rilis survei nasional terbaru dari LSI-Denny JA, bertajuk "Komposisi Pro-Kontra Isu Penundaan Pemilu & Presiden Tiga Periode Serta 4 Alasan Mengapa Potensial Layu Sebelum Berkembang" yang didirikan secara virtual, Kamis (10/3).

Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa mengurai, alasan pertama yakni tak adanya alasan kuat dan darurat untuk mengubah amanat reformasi 1998 dan prinsip demokrasi yang sudah pula menjadi aturan konstitusi dalam UUD 1945.

“Sudah menjadi konsensus nasional pasca reformasi dan tertuang dalam konstitusi bahwa pemilu dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan presiden dipilih paling banyak dua periode, ketentuan ini tertuang dalam Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945,” kaya Ardian Sopa.

Pemilu, kata Sopa, bisa saja ditunda ataupun presiden dapat dipilih kembali untuk tiga periode jika ada alasan kuat dan darurat.

Ia mencontohkan alasan kuat, antara lain negara dalam keadaan perang, bencana alam nasional berskala besar dan luas sehingga membuat jaringan komunikasi porak-poranda, atau Indonesia dalam kondisi puncak pandemi di tahun Pemilu 2024 yang tak memungkinkan untuk menyelenggarakan pemilu.

“Namun hingga saat ini, tak ada tanda-tanda kegentingan atau kedaruratan untuk menunda pemilu. Pandemi covid 19 justru menunjukan tren menurun. Perang ataupun bencana alam adalah kondisi yang tidak bisa diprediksi,” urainya.

Alasan Kedua, kata Sopa, kursi partai politik yang menyatakan sikap menolak penundaan pemilu jauh lebih banyak dibandingkan dengan partai politik yang mendukung penundaan pemilu. Jumlah kursi PKB (58 kursi) dan PAN (44 kursi) yang mendukung wacana penundaan pemilu hanya 102 kursi atau 17,7 persen di DPR. Sementara partai lainnya yang menolak penundaan pemilu memiliki 473 kursi atau 82,3 persen di DPR, yang terdiri dari PDIP (128 kursi), Golkar (85 kursi), Gerindra (78 kursi), Nasdem (59 kursi), Demokrat (54 kursi), PKS (50 kursi), dan PPP (19 kursi).

Penundaan pemilu dan presiden tiga periode hanya akan terjadi jika MPR dapat melakukan sidang umum untuk mengamandemen pasal-pasal terkait. Dalam Pasal 37 ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa amandemen terhadap UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR jika diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang jumlahnya 711 orang dengan rincian 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.

“Artinya MPR baru akan mengagendakan sidang untuk perubahan UUD jika diusulkan minimal 237 anggota," tuturnya.

Dengan jumlah kursi PAN dan PKB sebanyak 102 kursi, dan partai lainnya di DPR telah menolak wacana penundaan Pemilu, kedua partai ini membutuhkan dukungan bulat seluruh anggota DPD yang berjumlah 136 anggota baru bisa mengusulkan sidang MPR untuk amandemen UUD. Tentunya bukan perkara mudah untuk menyatukan seluruh suara anggota DPD.

“Jika tak memenuhi minimal dukungan untuk bisa menyelenggarakan sidang MPR, maka wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan layu sebelum berkembang. Dua wacana ini tak sempat divoting secara resmi di MPR untuk diamandemen, karena kekurangan pendukung,” kata Sopa.

Alasan ketiga, masih kata Sopa, masyarakat luas menentang penundaan pemilu dan presiden tiga periode. Ia menyebut, hampir semua segmen pemilih, mayoritas menolak wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode.

“Rata-rata nasional di atas 65 persen yang menolak gagasan penundaan pemilu. Dan rata-rata di atas 70 persen yang menentang gagasan presiden tiga periode. Jika gagasan ini diteruskan, dipastikan akan mendapatkan perlawanan yang keras dan militan dari publik luas,” kata Sopa.

Alasan keempat, penundaan pemilu dan presiden tiga periode berpotensi melahirkan kerusuhan sosial dan para pengusulnya akan dicap sebagai musuh rakyat dan pengkhianat reformasi. Menurutnya, memperpanjang periode kekuasaan tanpa alasan yang kuat, akan segera menjadi isu kezaliman dan kesewenangan-wenangan yang bisa menjelma menjadi kerusuhan sosial.

“Kuat dan menyebarnya resistensi publik terhadap gagasan penundaan pemilu dan presiden tiga periode, harusnya menjadi warning bagi para pendukung kedua gagasan tersebut. Pada akhirnya publik akan memberi punishment pada mereka yang mengabaikan suara publik, dan sebaliknya memberikan reward kepada mereka yang mengindahkan suara publik,” katanya.

Atas dasar itu, Sopa mendorong semua pihak untuk menghentikan manuver penundaan pemilu dan presiden tiga periode karena tak ada alasan kuat. Dia juga meminta Presiden Jokowi perlu mengikuti ketegasan partainya sendiri, yakni PDIP yang secara keras dan tegas menolak penundaan pemilu dan presiden tiga periode.

“Kami juga mendorong pemerintah sedang fokus dengan penanggulangan Covid-19 serta pemulihan ekonomi. Isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan menjadi energi negatif yang memecah fokus pemerintah,” demikian Sopa.

Survei LSI-Denny JA digelar secara tatap muka pada tanggal 23 Februari - 3 Maret 2022 menggunakan 1200 responden di 34 Provinsi di Indonesia.
 
Survei ini memiliki margin of error (Moe) sebesar +/- 2.9 persen.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA