Miring Seperti pada lazimnya makna wejangan Yudi Latif senantiasa bijak. Namun duduk permasalahan utama
an sich terletak pada istilah “miring†itu sendiri.
Kemiringan termasuk obyek bahasan geometri kompleks terkait fisika, arsitektur, geologi maupun psikologi. Akibat terkait tafsir persepsional, maka kemiringan memang merupakan suatu unsur geometris melekat pada kenisbian daya persepsional manusia yang juga secara kontekstual tergantung pada kenisbian sisi pandang.
Kemiringan juga bisa merupakan suatu proses arsitektural yang tidak disengaja untuk menjadi miring seperti yang terjadi pada menara Pisa, meski kabarnya sekarang proses kemiringannya sudah bisa dihentikan dengan teknologi bangunan termutakhir agar tidak ambruk.
Seorang yang sedang mabuk miras atau menderita vertigo juga rawan kehilangan keseimbangan tubuhnya, maka merasa berjalan lurus padahal sebenarnya miring.
Ada pula boneka Rusia yang teknis direkayasa sedemikian rupa sehingga apabila dimiringkan serta merta dengan sendirinya akibat daya gravitas langsung menjadi tegak lurus kembali. Sesuatu yang miring 45 derajat apabila dipandang dengan mata pada kepala dimiringkan 45 derajat sesuai kemiringan obyek yang dipandang akan tampak tegak lurus 90 derajat.
Lurus
Agar bangsa Indonesia bisa memenuhi harapan Yudi Latif untuk tidak berjalan miring, sebaiknya secara psiko-geometris maupun psikopersepsional dengan pedoman Pancasila, marilah kita memperkuat daya tafsir masing-masing terhadap apa yang disebut sebagai tegak lurus agar jangan keliru berjalan miring, sehingga rawan tersesat ketika menempuh perjalanan lurus menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat air mata dan darah.
Demi bersama mencapai tujuan cita-cita masyarakat adil dan makmur hidup sejahtera di negeri
gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja. MERDEKA!
BERITA TERKAIT: