Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Surati Kapolri Berbuntut Proses Hukum, Pakar: Brigjen Junior Tak Melakukan Tindak Pidana Militer

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 12 Oktober 2021, 19:55 WIB
Surati Kapolri Berbuntut Proses Hukum, Pakar: Brigjen Junior Tak Melakukan Tindak Pidana Militer
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra/Azmi Syahputra
rmol news logo Buntut mengirim surat kepada Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo, Inspektur Kodam XIII/Merdeka Brigjen Junior Tumilaar menjalani proses hukum dan kini dimutasi menjadi staf khusus Kepala Staf Angkatan Darat, Jendral Andika Perkasa.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kejadian ini ikut disoroti dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, mengambul sudut pandang hukum untuk menilai kejadian yang menimpa Brigjen Junior Tumilaar.

Azmi menilai, Brigjen Junior Tumilaar bukan melakukan tindak pidana Militer namun lebih pada pelanggaran disiplin.

"Terlalu jauh jika Brigjen Junior Tumilaar dikenakan pasal dalam tindak Pidana Militer ,dengan kualifikasi kejahatan pembangkangan atau tidak tunduk perintah atasan," ujar Azmi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa malam (12/10).

Menurut Azmi, karakteristik  perbuatan Brigjen Junior Tumilaar mengirimkan surat ke Kapolri cenderung terlihat sebagai fakta yang didominasi masuk ke dalam kategori pelanggaran disiplin, atau kode etik prajurit.

Jadi bukan tindak pidana militer, karena unsur melawan hukum sebagaimana maksud pasal 103 jo 203 KUHPM belum terpenuhi," tuturnya.

Azmi memaparkan beberapa alasan yang dapat dijadikan pertimbangan hukum guna menghilangkan sifat melawan hukum materil dikaitkan dengan tindakan Brigjen Junior Tumilaar.

Alasan pertama, dipaparkan Azmi, harus dilihat apakah perbuatan Brigjen Junior Tumilaar mempunyai tujuan nyata yang memberikan manfaat terhadap kepentingan hukum, yang hendak dilindungi oleh pembuat undang undang;

Kemudian alasan kedua, perbuatan Brigjen Junior Tumilaar melindungi suatu kepentingan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan hukum yang dituju oleh perumusan tindak pidana yang dilanggarnya;

"Ketiga, mempunyai nilai yang lebih besar bagi kepentingan masyarakat dibandingkan dengan kepentingan diri sendiri," sambungnya.

Selain itu, Azmi juga melihat kode etik Prajurit TNI, Sapta Marga dan Sumpah Prajurit serta 8 wajib TNI memang memiliki nilai luhur dan refleksi prajurit yang berasal dari rakyat untuk rakyat.

"Meskipun demikian perlu dilakukan penyisiran fakta dan  diklarifikasi, apakah betul Babinsa yang dipanggil polisi bertugas sebagai bintara desa di lokasi objek sengketa tanah?" tuturnya.

Jika dalam penelusuran nanti ditemukan sebuah fakta yang menunjukkan Babinsa yang dipanggil Polisi tinggal di desa objek tanah sengketa, Azmi memandang langkah Brigjen Junior menyurati Kapolri perlu disikapi dengan cermat.

"Karena bisa menjadi catatan atau ruang celah keliru, karena patut diduga tindakannya ke arah perbuatan 'backing' dalam perkara perdata," kata Azmi.

"Dan ini menjadi perbuatan larangan sesuai Surat Telegram Panglima tentang larangan anggota mencampuri urusan perdata orang lain," sambungnya.

Yang jelas, Azmi menegaskan bahwa bukan menjadi suatu kesalahan apabila prajurit melindungi rakyat, apalagi menurutnya dalam suasana kesulitan.

"Namun dibatasi tidak boleh mencampuri atau jadi backing dalam persinggungan perkara perdata orang lain," ucapnya.

Maka dari itu, Azmi menyimpulkan bahwa titik fokus perbuatan Brigjen Junior Tumilaar dalam kasus ini adalah berupa membuat surat terbuka di medsos, dan ini diatur dalam Surat Telegram (ST) Panglima TNI maupun ST KASD Nomor ST/428/2020 tanggal 18 Agustus 2020 tentang tata cara penggunaan medsos.

"Dan  termasuk dalam hal ini ada tanggung jawab dirinya selalu Perwira Tinggi membangun sinergis dengan Polri," ungkapnya.

Jadi mengacu pada perbuatan yang dilakukan oleh Brigjen Junior Tumilaar, Azmi menyatakan hal ini merupakan pelanggaran hukum disiplin sehingga bila diterapkan ketentuan pidana sebagaimana Pasal 126 dan 103 KUHP Militer terlalu jauh.

"Karena belum terpenuhi unsurnya," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA