Untuk mengatur standar penerapannya, Direktorat Reskrim Umum Polda NTB menginisiasi buku pedoman penerapan
restorative justice yang menjadi petunjuk SOP penerapan di wilayah Provinsi NTB ke depan.
Peluncuran buku Pedoman Penerapan
restorative justice di NTB, digelar Kamis (29/4) di Hotel Aston Inn Mataram bersama kegiatan diskusi publik tentang implementasi SOP
Restorative Justice di NTB.
"
Restorative justice ini sudah lama (ada). Tetapi hari ini, saya melihat
restorative justice bukan hanya sekadar perintah. Bukan hanya sekadar harus dilaksanakan, tetapi ini adalah kebutuhan. Bukan hanya kebutuhan polisi, tetapi kebutuhan masyarakat banyak," kata Kapolda NTB, Irjen Muhammad Iqbal.
Berangkat dari kebutuhan tersebut, Irjen M Iqbal pun mengapresiasi Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Hari Barat beserta tim yang sudah menginisiasi buku pedoman tersebut.
"Saya tidak pernah perintahkan Kombes Hari Brata untuk melakukan ini. Saya salut dengan inisiatif yang proaktif kinerja tim Ditreskrimum Polda NTB. Kita beri apresiasi dengan tepuk tangan yang gemuruh," sambung Kapolda.
Dalam kegiatan tersebut, Kombes Hari Brata menyerahkan secara simbolik buku pedoman penerapan
restorative justice kepada Kapolda NTB. Peluncuran kemudian ditandai dengan penyerahan buku kepada perwakilan penyidik.
Peluncuran buku pedoman penerapan
restorative justice ini pun turut dihadiri sejumlah pejabat, seperti Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Ketua Pengadilan Tinggi NTB, Kakanwil Kemenhumkam NTB, Wakapolda NTB, para Pejabat Utama Polda NTB, para Kapolres dan Kapolresta se-pulau Lombok, Ketua Peradi NTB, dan Ketua Bale mediasi NTB.
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Hari Brata mengatakan, buku pedoman penerapan
restorative justice yang diluncurkan itu merupakan SOP dalam penanganan tindak pidana di Polda NTB dan jajaran Polres serta Polsek.
"RJ ini keinginan masyarakat, Polri mengakomodir yang mana keadilan restoratif atau
restorative justice yang artinya penyeselesaian pidana di luar pengadilan," ujarnya.
Hari menekankan, butuh keseriusan dan ketegasan seorang penyidik dalam melakukan penyelesaian sebuah delik pidana atau delik formil.
Buku pedoman itu juga menjadi panduan SOP penyidik dalam menerapkan RJ karena tidak semua kejahatan tindak pidana bisa dilakukan
restorative justice.
"Prinsip RJ ini harus ada korban, kejahatan pidana tanpa korban tidak bisa di RJ. Kecuali untuk kasus yang kelas 0,1 gram. Semua kejahatan yang ada korbannya bisa RJ, kecuali kejahatan teroris dan makar. Juga kejahatan terhadap nyawa seperti pembunuhan dan sejenisnya," tandasnya.
BERITA TERKAIT: