Selain memiliki elektabilitas tinggi, dan punya partai besar, belum ada yang mengungguli elektabilitas Menteri Pertahanan itu di internal partai.
Elektabilitas Sandiaga Uno masih selalu di bawah Prabowo.
Dan yang tidak kalah penting, dengan Prabowo kembali jadi capres, tentu akan mendulung elektabilitas Gerindra. Seperti Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
Berduet dengan siapa? Yang paling memungkinkan, Prabowo berpasangan dengan politisi utama PDI Perjuangan Puan Maharani. Prabowo-Puan.
Koalisi PDIP dan Gerindra lebih dari cukup untuk mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2024.
PDIP punya suara 19,33 persen, dan Gerindra 12,57 persen. Total, 31,90 persen. Adapun ambang batas pencalonan presiden alias
presidential threshold hanya 20 persen.
Kalau Prabowo-Puan maju, kemungkinan akan ada dua pasangan lagi.
Pertama, koalisi Istana yang dimotori Jokowi dan Partai Golkar dan partai lainnya.
Kedua, koalisi non Istana. Ada PKS, Partai Demokrat, dan PAN. Kemungkinan Partai Nasdem ikut bergabung.
Yang bisa diterka hingga saat ini, koalisi non Istana berpeluang mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Tapi, peta dan skenario-skenario itu akan berubah dan bubar, jika Prabowo dan Jokowi mendorong Anies.
Kok bisa?
Prabowo punya kedekatan dengan Anies. Saat Pilkada DKI 2017, Gerindra dan PKS adalah pendukung utama pasangan Anies-Sandi.
Sama dengan Prabowo, Jokowi juga pernah dekat bahkan sangat mesra dengan Anies.
Pada Pilpres 2014, Anies masuk dalam barisan tim sukses Jokowi-JK.
Dan pada pembentukan kabinet 2014, Anies dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebelum akhirnya diganti Muhadjir Effendy.
Mengutip pernyataan pengamat politik dan pemerhati bangsa, Tony Rosyid, jika Prabowo dan Jokowi dorong Anies, maka akan mengubah semua peta politik selama ini.
Dan, inilah akan menjadi pintu rekonsiliasi bangsa sesungguhnya.
BERITA TERKAIT: