Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lain Hitler, Lain Merkel

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Sabtu, 16 Mei 2020, 07:18 WIB
Lain Hitler, Lain Merkel
Hitler dan Merkel/Net
DI tengah kemelut pageblug corona, terberitakan bahwa Dutabesar Malta untuk Finlandia, Michael Zammit Tabona membandingkan Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Adolf Hitler dalam sebuah unggahan di akun Facebook Tabona.

Malta

Tabona menulis bahwa Hitler bisa dihentikan 75 tahun yang lalu, dan bertanya-tanya siapa yang akan menghentikan Merkel. Karena menurutnya, Merkel telah memenuhi impian Hitler untuk menguasai Eropa.

Menteri Luar Negeri Malta, Evarist Bartolo menegaskan, komentar Tabona tentang Merkel tidak mewakili rasa persahabatan dan saling menghormati antara Malta dan Jerman.

Sesaat setelah mendengarnya, Bartolo langsung meminta Tabona menghapus unggahan tersebut. Sementara Kementerian Luar Negeri Malta resmi  memohon maaf kepada pemerintah Jerman sambil resmi menerima pengunduran diri Michael Zammit Tabona dari jabatan Dubes Malta untuk Finlandia.

Rasa Bersalah

Ketika berada di Malta, saya tidak merasakan antipati masyarakat Malta terhadap Jerman. Di Jerman, saya juga tidak merasakan adanya permusuhan antara Jerman dengan Malta.

Yang saya rasakan justru beban rasa bersalah rakyat Jerman akibat angkara murka yang telah dilakukan oleh Adolf Hitler terhadap masyarakat Eropa akibat politik Deutschland ueber Alles yang memang ingin mengembalikan gemerlap kejayaan kekaisaran Jerman menguasai Eropa yang sempat memudar akibat kalah Perang Dunia I.

Akibat kejahanaman pembinasaan jutaan warga Yahudi oleh Hitler maka Jerman sempat dianggap sebagai bangsa paling rasis di planet bumi ini. Anggapan tersebut merupakan beban rasa bersalah yang sangat berat bagi bangsa Jerman pasca Perang Dunia II.

Maka ketika belajar dan mengajar di Jerman, saya justru menikmati upaya Jerman memperbaiki citra bangsa paling rasis dengan memperlakukan saya malah lebih baik ketimbang terhadap warga Jerman sendiri.

Di masa studi di Jerman, saya memperoleh hak atas pendidikan secara gratis sambil memperoleh beasiswa. Meski paspor saya dicap imigrasi Jerman hanya berlaku untuk studi maka dilarang bekerja namun dinas pendidikan diam-diam melanggar hukum dengan memperkerjakan saya sebagai pengajar di berbagai perguruan tinggi serta sekolah musik Jerman.

Konon saya adalah warga Asia pertama yang resmi diangkat menjadi Staatsangestellter alias pegawai negeri Jerman. Sama sekali bukan berarti saya hebat namun sekedar akibat Jerman ingin menebus mahadosa Adolf Hitler sehingga memperlakukan saya secara rasialis diskriminatif namun positif.

Hitler dan Merkel


Di masa kepemimpinan Angela Merkel, Jerman berjaya menguasai ekonomi Eropa melalui Uni Eropa yang sejak semula sudah saya praduga sengaja dibentuk agar Jerman bisa mendominasi ekonomi Eropa.

Namun saya tidak setuju pembandingan Angela Merkel dengan Adolf Hitler. Hitler berupaya menguasai Eropa dengan kekerasan senjata, sementara Angela Merkel telah menguasai Eropa dengan keunggulan ekonomi.

Hitler dengan politik rasisme membinasakan jutaan nyawa manusia, sementara Merkel dengan politik kemanusiaan membuka pintu gerbang Jerman untuk menerima begitu banyak pengungsi dari Eropa Timur dan Asia Barat dan Selatan.

Bagi saya, der Fuehrer Hitler tokoh keangkara-murkaan, Mama Merkel tokoh kemanusiaan. Saya tidak tahu alasan pribadi Michael Zammit Tabona membenci Jerman dan Angela Merkel, namun saya menghormati pengunduran diri sang Dubes Malta dan permohonan maaf serta ungkapan sikap bersahabat pemerintah Malta terhadap Jerman.

Dalam menghadapi angkara murka virus corona memang yang dibutuhkan alih-alih permusuhan justru persatuan segenap umat manusia di planet bumi ini. rmol news logo article

Penulis adalah pembelajar geopsikopolitik.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA