Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rute Kenabian Yusuf, Resesi Ekonomi Dan Kisah Keruntuhan Oligarki

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/haris-rusly-moti-5'>HARIS RUSLY MOTI</a>
OLEH: HARIS RUSLY MOTI
  • Senin, 05 November 2018, 21:47 WIB
Rute Kenabian Yusuf, Resesi Ekonomi Dan Kisah Keruntuhan Oligarki
Ilustrasi/Net
ISYAROH langit yang diterima nabi Yusuf tidak meleset. Selesai makanan dihidangkan oleh pegawai istana, raja sontak terbangun sambil memegang perutnya yang terasa perih. "Rasa lapar yang menyerang paduka raja di tengah malam seperti ini adalah sebuah pertanda dari langit. Mulai malam ini masa paceklik akan segera dimulai selama tujuh tahun ke depan," demikian penjelasan nabi Yusuf kepada raja.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Nabi Yusuf memang pernah menakwilkan mimpi dari raja tentang tujuh tahun masa subur dan tujuh tahun masa paceklik. Bunyi takwil mimpi itu dapat kita baca baik di Qur'an (Yusuf: 47-49) maupun di Injil (Kejadian 41:25-32). Takwil mimpi nabi Yusuf itu adalah "Sapi-sapi gemuk dan bulir-bulir gandum yang bagus berarti tujuh tahun masa subur. Dan, sapi-sapi kurus dan bulir-bulir gandum yang kering menggambarkan tujuh tahun kekeringan. Jadi, setelah tujuh tahun makmur, Mesir akan dilanda tujuh tahun kekeringan".

Tuhan memamg telah mengutus ratusan, bahkan mungkin ribuan nabi untuk menyampaikan "map", peta atau penunjuk arah kehidupan. Tujuan dari "map" tersebut adalah agar manusia tidak disesatkan dari "rute illahiah" yang telah digariskan. Kisah perjuangan nabi Yusuf yang diangkat di dalam tulisan jelas berbeda dengan film Game of Thrones yang sangat "barbar".

Kitab-kitab Tuhan, seperti Quran, Injil, Zabur, Taurat hingga Weda dan Bhagawad gita, adalah "map" yang sangat kaya dengan kisah-kisah sejarah sejenis itu. Beragam bentuk metafora juga digunakan untuk "menyentil" akal umat manusia. "Sekalipun demikian, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sering membangkang".

Setiap nabi dan rasul tentu mempunyai rute yang berbeda yang ditetapkan oleh Tuhan untuk mengubah keadaan sebuah masyarakat. Bisa dibayangkan jika rute yang ditempuh setiap nabi itu tidak dirahasiakan, tidak berbeda antar satu nabi dengan nabi yang lain. Maka, musuh-musuh peradaban hanya tinggal menunggu saja di "tikungan". Bisa untuk tujuan menunggangi, memanipulir atau menjegal setiap utusan Tuhan.

Rute yang ditempuh nabi Yusuf berbeda dengan nabi Soeleman yang ditakdirkan sebagai raja. Di Injil disebut King Solomon. Nabi Yusuf menempuh rute kenabian sebagai "king maker". Nabi Yusuf bukan seorang king, tidak ditakdirkan menjabat sebagai raja.

Melalui rute kenabian Yusuf itu, umat manusia diajarkan tentang mitigasi dalam menghadapi paceklik atau resesi ekonomi. Kisah nabi Yusuf juga mengajarkan kepada kita dalam mengakhiri ketimpangan, membangun pemerataan ekonomi. Pengalaman terpenting dari kisah itu adalah strategi meruntuhkan oligarki melalui memanfaatkan momentum paceklik atau resesi ekonomi.

Bangunan Oligarki Mencengkram

Ketika nabi Yusuf diutus oleh Tuhan, pada masa itu Mesir dikuasai oleh dua bentuk bangunan oligarki. Pertama, oligarki para bangsawan. Di luar istana raja, para bangsawan yang tersebar di berbagai tempat itu hidup mewah sebagai elite sosial dengan privilege tertentu. Mereka mengakumulasi kekayaannya dengan kepemilikan tanah yang sangat luas. Bangunan oligarki mereka ditopang oleh sistem perbudakan yang keji dan tidak berperikemanusian.

Kedua, oligarki para pendeta penyembah berhala. Pada saat itu, dewa yang disembah bangsa Mesir adalah dewa Amun. Tempat ibadahnya adalah kuil Amun. Firaun yang memimpin bangsa penyembah Amun itu dijuluki Amun-hatep. Firaun artinya penguasa yang tinggal di istana, Amun-hatep artinya penyembah amun. Oligarki para pendeta itu sangat kuat mencengkeram karena menentukan dan menguasai isi kepala atau kesadaran rakyat banyak.

Secara diam-diam terjadi persaingan antara Amunhatep dengan para pimpinan pendeta kuil Amun itu. Para pendeta itu bahkan pernah merencanakan untuk membunuh raja. Seorang pelayan kerajaan yang loyal kepada kuil Amun gagal ditugaskan untuk menaruh racun di makanannya raja. Si pelayan itu kemudian dihukum oleh raja dan mati tiang gantungan.

Firaun Amunhatep yang agak waras itu juga sangat membenci perilaku para pendeta itu. Arogansi, kesombongan dan kelicikan para pendeta kuil Amun sangat menyengsarakan rakyat banyak. Para pendeta itu mempunyai tanah yang sangat luas. Mereka juga memiliki budak yang banyak jumlahnya untuk mengolah tanah demi kemakmuran mereka.

Mereka juga menikmati privilege sebagai pendeta yang menumpuk kekayaan dari harta "sesembahan" yang belimpah. Berbagai jenis sesembahan, seperti emas, perak, hewan ternak, berasal dari para bangsawan dan rakyat jelata. "Sesembahan" itu katanya ditujukan untuk mendapatkan “keridhaan” dari berhala dewa Amun.

Belum lagi mereka juga mendapatkan jatah anggaran dari kerajaan, menerima upeti secara berkala dari para bangsawan hingga rakyat jelata dengan dalih memajukan kuil. Bahkan sejumlah perwira militer kerajaan lebih loyal kepada pimpinan kuil Amun ketimbang kepada raja yang menjadi atasan mereka.

Sebetulnya Firaun Amunhatep itu sangat geram dan tidak sabar lagi untuk segera meruntuhkan oligarki pendeta kuil Amun itu. Pilihan operasi militer untuk mengepung dan menangkap pimpinan kuil Amun telah diputuskan. Nabi Yusuf mencegahnya. Nabi Yusuf meminta agar sang raja sedikit berasabar hingga datang tujuh tahun masa paceklik.

"Saat ini kuil Amung masih sangat kuat, mereka masih didukung oleh rakyat yang dibodohi menjadi umat penyembah berhala. Bahkan kekuatan ekonomi mereka juga masih sangat kuat, cadangan emas dan perak yang mereka miliki juga jauh lebih banyak dari yang dimiliki kerajaan," ujar nabi Yusuf.

"Jika saat ini kuil Amun dikepung, maka kerajaan akan berhadapan dengan rakyat yang loyal kepada mereka. Kekayaannya yang melimpah bahkan bisa mereka gunakan untuk memecah-belah tentara kerajaan dan membentuk pasukan tentaranya sendiri. Kelak pada saat paceklik datang, kekayaan kuil Amun pasti akan tergerus habis. Cadangan emas dan peraknya pasti akan tersedot untuk membiayai kelangsungan kuil. Pada saat itu baru dilakukan penindakan," demikian pandangan yang disampaikan nabi Yusuf kepada raja.

Menghadapi Resesi

Tiba waktunya ketika berlangsung tujuh tahun masa subur. Nabi Yusuf dipercaya oleh raja menjadi kepala Perbendaharaan merangkap urusan Pertanian di Kerajaan Mesir. Nabi Yusuf menjadi pejabat tinggi nomor dua setelah raja.

Sejumlah paket kebijakan dibuat oleh nabi Yusuf. Kebijakan untuk memanfaatkan tujuh tahun masa subur itu, maupun kebijakan mitigasi menghadapi situasi resesi. Nabi Yusuf memimpin sendiri jalannya kebijakan ekonomi, politik hingga operasi intelijen dan kontra intelijen untuk mengamankan kebijakan tersebut.

"Jika kita berhasil mempersiapkan diri selama tujuh tahun masa subur itu, maka tujuh tahun masa paceklik akan berhasil kita lalui dengan selamat. Tapi, jika kita gagal membangun cadangan (reserve) ekonomi selama tujuh tahun masa subur itu, maka ekonomi akan runtuh, kita akan mengalami kelaparan selama tujuh tahun," ujar nabi Yusuf.

Nabi Yusuf kemudian menyampaikan pengumuman kepada rakyat untuk menyambut tujuh tahun masa subur itu dengan segera berocok tanam, menanam gandum, dan lain-lain. Nabi Yusuf bahkan turun langsung di tengah rakyat mengajak dan membimbing rakyat bercocok tanam. Kerajaan bahkan mengizinkan rakyat untuk memanfaatkan tanah kosong milik kerajaan, semacam hak pakai, untuk bercocok tanam.

Pihak kerajaan aktif mem-back up nya dengan membangun insfratruktur dasar. Misalnya membangun irigasi, untuk mengalirkan air dari sungai Nil ke sawah-sawah yang ditanami gandum. Pihak kerajaan juga membangun sistem cadangan ekonomi untuk mempersiapkan diri menghadapi tujuh tahun masa resesi atau paceklik tersebut.

Diantaranya sistem cadangan ekonomi itu adalah pembangunan tujuh lumbung untuk menyimpan gandum. Nabi Yusuf yang merancang bentuk, ukuran dan susunan dari bangunan lumbung agar gandum yang disimpannya dapat awet selama tujuh tahun. Nabi Yusuf juga langsung turun ke lapangan memimpin dan mengontrol pembangunan tujuh lumbung tersebut agar sesuai dengan rancangannya. Tujuh lumbung yang menyimpan gandum itu berfungsi sebagai cadangan (reserve) di masa resesi.

Jika dilacak dasar pandangan dibalik nama Bank Sentral Amerika, FED atau the Federal Reserve, artinya Cadangan Federal, sebetulnya filosofi dasarnya berasal dari tujuh lumbung cadangan yang menjadi konsep dasar nabi Yusuf di atas. Fungsi dasar bank sentral pada awalnya sebetulnya tidak jauh dari namanya, yaitu sebagai "lumbung" reserve atau cadangan untuk menjaga keseimbangan pasar, terutama di saat situasi sedang krisis.

Kemenangan dari pertarungan antara nabi Yusuf dan raja Amunhatep menghadapi oligarki kuil Amun juga ditentukan oleh kapasitas cadangan ekonomi yang dimiliki masing masing pihak. Nabi Yusuf mengatakan kepada raja Amunhatep, "kekuatannya kuil Amun akan runtuh dengan sendirinya setelah seluruh cadangannya dari emas dan perak tersedot untuk pembiayaan di masa krisis".

Kebijakan menghadapi situasi resesi atau paceklik itu diantaranya, mendorong rakyat untuk bercocok tanam, membangun infrastruktur berupa irigasi dan lumbung. Selain itu nabi Yusuf juga mengeluarkan kebijakan: Pertama, kerajaan akan membeli sebagian hasil panen gandum dari rakyat. Gandum yang dibeli oleh kerajaan harus dengan tangkainya, agar tidak membusuk ketika disimpan selama tujuh tahun. Kedua, rakyat yang menjual gandum kepada kerajaan akan dicatat dan di kemudian hari dapat membelinya kembali di masa paceklik dengan harga normal.

Untuk menutupi devisit anggaran akibat terkuras oleh pembangunan irigasi, pembangunan lumbung dan dana untuk pembelian gandum dari rakyat, nabi Yusuf kemudian menerapkan kebijakan "bayar pajak di muka", semacam tax amnesti. "Tentunya berbeda dengan tax amnesti yang pernah diberlakukan di negeri ini, yang diduga untuk mengampuni dan memutihkan asset hasil kejahatan korupsi, narkoba, judi dan berbagai kajahatan lainnya".

Pengampunan pajak model nabi Yusuf itu adalah, bagi para bangsawan atau orang kaya yang membayar pajak 1 tahun maka akan bebas pajak 2 tahun. Bagi yang membayar pajak 2 tahun ke depan maka akan bebas pajak selama 4 tahun, bagi yang membayar pajak untuk 7 tahun maka akan bebas pajak untuk 14 tahun berikutnya.

Kebijakan itu berhasil menggoda wajib pajak untuk membayar pajak di depan. Para bangsawan berbondong-bondong menunaikan kewajiban pajaknya puluhan tahun, agar mendapatkan pembebasan pajak puluhan tahun berikutnya. Dari kebijakan tersebut, nabi Yusuf berhasil menambal devisit anggaran. Selain itu, dari kebijakan itu nabi Yusuf kemudian berhasil mendata orang-orang kaya dan asset yang dimilikinya.

Nabi Yusuf memang tidak melarang tiap orang untuk membangun lumbungnya sendiri. Demikian juga tidak ada larangan dari kerajaan bagi setiap orang untuk membeli gandum yang dipanen oleh rakyat. Namun nabi Yusuf menjamin bahwa hanya tujuh lumbung yang dibangun oleh kerajaan yang bisa awet menyimpan gandum selama lebih dari tujuh tahun.

Karena itu, berdasarkan laporan intelijen, dikatakan sejumlah bangsawan Mesir mencoba membangun lumbungnya sendiri. Pimpinan kuil Amun juga membangun lumbung sendiri untuk menandingi nabi Yusuf. Mereka juga melakukan sabotase kebijakan, yaitu menghasut rakyat agar menyimpan gandum hasil panennya di lumbung milik kuil Amun. Namun, gandum yang mereka simpan di dalam lumbung tidak dengan tangkainya sehingga membusuk dalam waktu dua tahun.

Oligarki Runtuh

Ketika memasuki tujuh tahun masa paceklik atau resesi ekonomi, hanya tujuh lumbung yang dibangun oleh nabi Yusuf untuk menyimpan gandum yang tidak membusuk. Gandum yang ditimbun oleh para bangsawan dan kuil Amun telah membusuk sebelum memasuki masa paceklik. Nabi Yusuf lalu mengeluarkan sejumlah paket kebijakannya.

Pertama, setiap budak tak dapat mengambil sendiri jatah gandum. Para majikan harus membeli gandum untuk menanggung hidup para budaknya. Kedua, budak yang sudah merdeka dan dapat membuktikannya dengan membawa surat merdeka dari tuannya, akan dianggap sebagai rakyat miskin, sehingga kerajaan akan memberikan jatah gandum gratis dan menyediakan pekerjaan yang layak kepada yang bersangkutan.

Ketiga, mereka yang hanya memiliki hewan ternak dan kehabisan uang dapat membayar gandum dengan hewan ternaknya. Keempat, para bangsawan dan orang kaya yang telah membayar pajak dapat membeli gandum dengan harga normal. Namun, bagi mereka yang tak mau membayar pajak, termasuk kuil Amun, harus membeli gandum dengan harga tiga kali lipat dari harga normal.

Dengan kebijakan seperti itu langsung berdampak pada pemerataan kesejahteraan. Ketimpangan antara si kaya dengan si miskin secara bertahap ditekan hingga mendekati kesetaraannya. Budak-budak yang tidak mampu ditanggung hidupnya oleh majikannya di masa krisis, kemudian dimerdekakan oleh majikannya. Para budak itu kemudian mendapat jaminan kehidupan yang beradab dan pekerjaan yang layak dari negara.

Akibat kebijakan itu, oligarki kuil Amun itu runtuh. Ribuan pendeta dan pekerja di kuil Amun harus diberi makan selama tujuh tahun pada masa resesi atau paceklik. Akhirnya seluruh cadangan emas dan perak yang dimiliki oleh kuil harus digelontorkan untuk membeli gandum di lumbung milik kerajaan. Demikian juga kekayaan orang kaya kemudian berpindah untuk mensejahterakan para budak yang dimerdekakan.

Firaun Amunhatep kemudian mengikuti ajaran nabi Yusuf menyembah Tuhan yang satu, dan menggantikan julukannya dari Amunhatep (penyembah berhala Amun) menjadi Firaun Aknatun, artinya raja penyembah Tuhan yang satu, yaitu Tuhannya nabi Ibrahim atau Abraham.

Semoga tulisan tersebut menginspirasi kita untuk bergerak meruntuhkan oligarki politik yang bekerjasama dengan oligarki ekonomi taipan, terutama dalam menghadapi situasi resesi ekonomi. Tulisan di atas berdasarkan inspirasi dari ayat-ayat di Qur’an, kitab Injil dan sebuah film tentang kisah nabi Yusuf yang dihasilkan dari sebuah riset.[***]

Penulis adalah eksponen gerakan mahasiswa 1998, pemrakarsa Intelligence Finance Community (INFINTY).

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA