Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pledoi Malin Kundang

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/wina-armada-sukardi-5'>WINA ARMADA SUKARDI</a>
OLEH: WINA ARMADA SUKARDI
  • Jumat, 26 Januari 2018, 21:25 WIB
Pledoi Malin Kundang
ATAS nama keadilan dan demokrasi,
alam memberikan aku, Si Malin Kundang, kesempatan
membela diri, satu kali.

Hanya satu kali.

Untuk mengajukkan pledoi melawan cap, stigma dan labeling
sebagai anak terkutuk yang tak tahu membalas budi.
 
Inilah pledoiku!

Tak perlu diragukan lagi, aku teramat sangat faham:
seorang anak wajib berbakti, patuh dan mengabdi kepada ibudanya.

Bukankah Nabi Muhamad menjawab kepada siapa kita harus berbakti:
Ibumu! Ibumu! Ibumu!

Padahal aku sudah dikurung dalam jaring budaya: si anak durhaka!
Tahukah itu hanya hoax!
Berita bohong yang lantaran senantiasa dihembuskan akhirnya dipercaya sebagai kebenaran.
 
Kini biarlah aku bicara,
yang selama ini tidak pernah diberikan kesempatan
mengungkapkan segalanya dari sisiku.
 
Tahukan sejak aku memulai menampak sukses
berbondong-bondong perempuan datang mengaku sebagai bundaku?

Tak mungkin aku memiliki banyak bunda.
Aku harus waspada dan tak langsung mempercayai
kepada setiap perempuan yang mengaku sebagai ibu kandungku.
 
Adakah ibu sejati, betapun sakit hatinya, memiliki jiwa demikian kejam:
menghendaki anaknya sendiri menjadi batu?

Bukankah seharusnya ibu kandung selalu dan selalu
mendoakan dan menolong anaknya, seburuk apapun sang anak.

Bagaimana dapat dipercaya perempauan yang begitu tega
mengutuk darah daging sendiri  menjadi batu menderita sepanjang zaman.

Siapakah yang selayaknya dikutuk jadi batu?
 
Inilah aku, si Maling Kundang, korban hoax sebelum zamanow tiba.
 
Ketahuilah betapa hati ini amat rindu menemukan ibuku,
betapa jiwaku teriris berjuang seorang diri tanpa kasih sayang bunda.

Sebagai anak manusia tiada lain yang kudambakan
ialah belalaian dan curah cinta dari seorang ibu
ingin aku dipeluk, didoakan di atas kepala atau sekedar dibelai rambut ini.

Bagaimana mungkin aku tak mau mengakui ibu yang didambakan.
 
Telah kulacak ibuku melalui pelayaran jauh, meletihkan
namun yang  kudapat hanya mereka yang mengaku-ngaku sebagai ibuku cuma tergiur harta dan sukses yang mengelilingiku.
Bukankah lantas aku harus berhati-hati biar tak durhaka kepada ibu asli.
 
Inilah aku, si Malin Kundang, anak durhaka
dipendam hoax sepanjang massa
tak mengakui ibu kandung sendiri
lantaran sombong terlena kekayaan
serta terbuai isteri wanita cantik
tak ada tabayun
tak ada hak membela diri.
 
Wahai gelombang laut yang setia  menemaniku
semburkankan kebenaran, kendati pun pahit.
Wahai langit yang menjadi saksi abadi, curahkan kebenaran sejati
bagaimana seorang anak yang penuh pederitaan
haus sentuhan ibunya
justeru dihajar berita palsu dalam paket pelajaran
anak durhaka sepanjang waktu.

Hanya  sebegitu pledoiku
Sampai suatu saat nanti  jutaan anak yatim piatu
menangis di atas batu diriku
membawa aku menghadap sang Khalik
di surga.

Ya di Surga. [***]

Jakarta, 2 Januari 2018

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA