Padahal Israel - Palestina sampai saat ini masih terlibat perang, saling membunuh. Dan peperangan mereka sudah berlangsung selama kurang lebih 70 tahun.
Secara politik kedua negara bermusuhan. Keduanya tidak punya kantor perwakilan penghubung apalagi kedutaan. Namun kematian Shimon Peres yang dijuluki juru damai dunia, membuat Israel mau tak mau harus mengizinkan pemimpin Palestina hadir di wilayah Israel.
Televisi CNN yang menyiarkan secara live dan non-stop upacara itu lebih dari 3 jam, membuat berbagai ulasan. Mulai dari kehadiran Presiden Palestina yang disambut dingin oleh Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sampai keakraban antara Presiden AS Barack Obama dengan Mahmoud Abbas.
Obama selain bersalaman, memeluk Mahmoud Abbas dan menempelkan kedua pipi kiri dan kanannya secara bergantian ke pipi Mahmoud Abbas. Obama dan Abbas masih ketawa-ketiwi sementara Benyamin Netanyahu yang berdiri atau berjarak hanya kira-kira 30 centimeter hanya bisa menyaksikan keduanya dengan sikap dingin.
Sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap pemerintahan Benyamin Netanyahu, juga ikut diulas.
Menurut CNN, pernyataan Obama yang menyebut tidak hadirnya visi perdamaian Shimon Peres di dunia saat ini sebagai hal yang sangat dirasakan dunia, merupakan kritikan halus Obama kepada Benyamin Netanyahu.
Obama dan Netanyahu sendiri sempat berpolemik, saat Obama baru menjadi Presiden AS 8 tahun lalu.
Setelah kunjungan Obama ke Mesir, dimana Obama ingin memperbaiki hubungan Amerika dengan dunia Islam, Obama kemudian mengutus seorang diplomat Robert Mitchel selaku Utusan Khusus bagi perdamaian Timur Tengah.
Di tengah jalan program itu terhenti. Antara lain karena sebuah peryataan keras Benyamin Netanyahu yang meminta agar Barack Obama mempelajari dulu sejarah konflik Timur Tengah.
Pernyataan itu serta merta menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kedua negara atau kedua pemimpin.
AS sebagai sekutu utama Israel dalam upacara pemakaman Shimon Peres tersebut mengirim "full team". Yakni Presiden Barack Obama, mantan Presiden Bill Clinton dan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry. Disebut "full team" sebab jarang-jarang negara ini mengirim pemimpinnya dalam waktu bersamaan ke sebuah negara untuk acara yang sama.
Kecuali John Kerry, Clinton dan Obama dua-duanya diberi kesempatan menyampaikan sambutan.
Clinton bagi Israel dan Palestina, merupakan tokoh simbolik perdamaian Timur Tengah.
Sebab di tahun 1994 Clinton menjadi saksi dari acara pemberian Hadiah Nobel Perdamaian kepada trio Yasser Arafat (Palestina), Shimon Peres, dan Yithzak Rabin keduanya dari Israel.
Setelah penghadiahan itu, Presiden Clinton bahkan masih sempat berkunjung ke Gaza, salah satu kota terbesar dan basis terkuat Palestina.
Kini, Clinton ataupun pemimpin dunia yang dekat dengan Israel, sudah hampir mustahil berkunjung ke Gaza. Karena kota ini merupakan basis kelompok Hamas, salah satu fraksi terbesar di Palestina.
Secara de facto, Palestina saat ini terbelah dua : Palestina Al-Fatah dan Palestina Hamas.
Palestina Al-fatah beribukota di Tepi Barat, di mana Presiden Mahmoud Abbas menetap dan dikenal sebagai kelanjutan dari pemerintahan Yasser Arafat .
Dan Palestina yang dikenal dengan fraksi Hamas, yang berkedudukan di Gaza.
Kepala pemerintahan Palestina saat ini berada di tangan Hamas.
Salah satu problem perundingan Israel Palestina, terletak pada perpecahan Palestina. Hamas tidak mau sama sekali berbicara atau duduk bersama dengan Israel.
Obama mewakili rakyat dan pemerintah Amerika Serikat diberi waktu berpidato yang cukup panjang. Sekitar 15 menit.
Obama menyebut almarhum Peres sebagai sahabat. Dalam kesempatan itu, Obama masih mencoba mengulas pemahamannya tentang semua visi Shimon Peres. Karena Peres rupanya pernah menghabiskan waktunya di Honolulu, Hawaii, wilayah AS di lautan Pasifik, tempat kelahiran Obama.
Keduanya juga beberapa kali berdiskusi. Dan Obama mengaku, dia adalah Presiden AS yang ke-10 yang diajak berdiskusi oleh Shimon Peres di Gedung Putih, tentang perdamaian dunia.
"Saya tahu pekerjaannya tidak selesai", kata Obama berfalsafah.
Pidato itu seperti sendirian terhadap Benyamin Netanyahu, karena di tangan dialah permusuhan Israel - Palestina justru mengental. Permusuhan berada di titik nadir. Sebuah keadaan yang kontras dengan apa yang dilakukan Shimon Peres lebih dari seperempat abad lalu.
Jenasah Peres dikuburkan di pemakaman bagi orang Israel yang dianggap paling berjasa. Di tempat itu pula rekannya Yiithzak Rabin, Perdana Menteri yang terbunuh oleh seorang pemuda fundamentalis Yahudi di tahun 1995.
Pemakaman Shimon Peres sempat menyentuh perasaan bagi yang hadir di upacara pemakaman itu, manakala David D'Or, seorang vokalis, menyanyikan sebuah lagu dalam bahasa Ibrani diiringi piano dan alat musik lainnya.
Sekalipun tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, tetapi cara David D'Or mendidikasikan lagu itu, mengingatkan peristiwa pemamakan Lady Di dari Inggeris.
Lady Di, isteri Pangeran Charles, tewas kecelakaan mobil di Paris pada Agustus 1997. Di pemakaman Shimon Peres, Pangeran Charles nampak hadir.
Publik dibuat tambah sedih dan syahdu, ketika vokalis Elton John melantunkan salah satu lagu topnya sambil jari jemarinya berselancar di atas tuts-tuts piano. Mirip dengan pemakaman Shimon Peres.
Di Indonesia, Shimon Peres tidak begitu dikenal. Berbeda dengan rekannya, Yitzhak Rabin yang pada Oktober 1992 secara tiba-tiba menemui Presiden Soeharto di Cendana.
Tujuan Rabin menemui Presiden Soeharto untuk meminta bantuan Indonesia selaku Ketua Gerakan Non-Blok (1992 - 1995) membantu terciptanya perdamaian Israel-Palestina.
Oktober 1995, di sebuah hotel di New York, Yizthak Rabin kembali menemui Presiden RI untuk tujuan yang sama - saat keduanya hadir di Sidang Majelis Umum PBB dalam rangka peringatan 50 tahun PBB.
Tapi tak lama setelah pertemuan New York, Yitzhak Rabin dibunuh di negaranya. Setelah itu, usaha-usaha perdamaian seperti mengalami jalan buntu. Rabin kemudian digantikan Shimon Peres.
Di pihak lain, Shimon Peres sangat terkenal di kalangan wartawan Indonesia yang pertama kali berkunjung ke Israel pada Pebruari 1993.
Dia menjadi terkenal karena pernyataan sekaligus pertanyaan yang bunyinya kurang lebih begini : "Israel dan Palestina tidak pernah terlibat dalam satu peperangan. Tapi Indonesia menempatkan Israel sebagai musuh. Sementara negara-negara yang pernah terlibat perang dengan Israel seperti Mesir dan Yordania, justru bersahabat dengan Israel.....".
Tak satupun wartawan Indonesia yang bisa menjawab pertanyaan yang cukup bersayap tersebut. Jadilah peristiwa yang hampir setengah abad lalu itu, mengganggu momori ku, manakala menyaksikan siaran televisi yang melaporkan pemakamannya.
Masih terbayang wajahnya yang terkesan orang pintar dan bicaranya sangat pelan dan terukur.
Sebagai orang yang pernah bersalaman dengannya, ada perasaan yang cukup menyentuh sewaktu mendengarkan sambutan pelepasannya. Yang semuanya menyebut Shimon Peres sebagai seorang tokoh dunia yang visinya sangat luas. Peres katanya seorang yang punya cita cita bagaimana dunia menjadi sebuah digitilzed world.
Dunia yang terhubung satu sama lain dengan teknologi digital. Saya hanya bisa membatin dan berterima kasih karena Tuhan telah memberi kesempatan bertemu dengan seorang tokoh dunia.
Selamat jalan Shimon Peres. May You Rest in Peace. *****