Sikap Hidayat ini bisa jadi dipicu lantaran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak kebagian kursi menteri pada reshuffle kali ini. Padahal setelah dipÂimpin Sohibul Iman, PKS sudah berupaya membuka hubungan baik dengan Presiden Jokowi. Bahkan pada 21 Desember tahun lalu, lima petinggi PKS sempat sowan ke Istana Negara menÂemui Presiden Jokowi.
Dari situ, sempat berkembang wacana PKS bakal merapat ke pemerintah mendukung Presiden Jokowi. Buahnya, partai berbaÂsis massa Islam ini sempat diseÂbut-sebut berpeluang dapat jatah masuk kabinet bersama PAN dan Golkar yang belakangan memeÂberikan dukungan ke Presiden Jokowi. Tapi apa mau dikata, yang kebagian jatah kursi menteri hanya PAN dan Golkar.
Kini menyikapi keputusan koÂcok ulang kursi kabinet, Hidayat seperti kembali menagih janji Presiden Jokowi yang selalu mengatakan, akan membenÂtuk zaken kabinet, yang lebih mengedepankan faktor keahlian, ketimbang politik transaksional dalam proses rekrutmen menteri. Berikut ini pernyataan Hidayat terkait reshuffle kabinet.
Tak hanya soal kocok ulang menteri, Hidayat juga bicara soal polemik kocok ulang kursi Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang telah membuat PKS kehilangan kursi di MKD. Seperti diketahui, sebelumnya Fraksi PKS memutuskan menon-aktifkan Surahman Hidayat dari jabatan Ketua MKD. Alasannya agar tidak terjadi konflik kepentÂingan saat menyidangkan perkaÂra pemecatan Fahri Hamzah. Sebagai pengganti Surahman, PKS menunjuk Al Muzzammil Yusuf. Namun di tengah proses, politisi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad justru yang dipilih secara aklamasi sebagai ketua MKD. Proses pemilihan itu tanÂpa dihadiri unsur Fraksi PKS. Berikut penuturan Hidayat terkait reshuffle di kabinet Jokowi dan reshuffle di MKD DPR;
Dua partai pendukung anÂyar Presiden Jokowi yakni; Golkar dan PAN resmi masuk kabinet, tanggapn Anda?Bapak Presiden sebelumnya selalu menyebut bahwa kabinet yang dipimpinnya terdiri dari para ahli atau zaken kabinet. Artinya bukan kabinet yang transaksional.
Jadi Anda menilai reshuffle kali ini transaksional?Permasalahannya, kali ini kabinet yang transaksasional atau tidak, yang pasti Presiden telah mengakomodasi partai yang menyatakan dukungan.
Tapi bukankah itu hak prerogatif Presiden?Ya tentu saja itu hak prerogatif presiden. Tapi rakyat akan berÂtanya, ini transaksional atau keahlian. Nah saya berharap, siapa pun yang dipilih oleh Presiden pertimbangannnya adalah bukan sekadar partainya dari mana. Karena kalau seperti itu, yang terjadi adalah transakÂsional. Karena yang terlihat akan transaksional.
Seharusnya yang ditunjuk itu adalah yang profesional. Dari partai politik yang profesional sangat banyak, dan kalau ditunjuk sebagian dari profesional silakan saja. Tapi kalau yang ditunjuk itu karena balas budi, saya khawatir beÂliau tidak menjawab apa yang beliau sampaikan dulu ketika kampanye.
Anda menilai reshuffle ini akan menurunkan keperÂcayaan publik?Waktu beliau semakin pendek. Tahun 2019 tinggal sebentar lagi. Sementara ini terkait denÂgan kepercayaan publik terhadap demokrasi. Kalau kemudian pilihannya itu diganti lagi, gagal lagi, diganti lagi, saya khaÂwatir orang-orang tidak perÂcaya lagi pada demokrasi. Kalau orang tidak percaya lagi pada demokrasi, saya khawatir orang akan memilih anarki. Anarki itu kan kawannya terorisme, padaÂhal kita anti-terorisme.
Lantas bagaimana seharusnya?Jadi semestinya, semuanya harus bertanggung jawab terÂhadap apa yang sudah dipilih, terhadap apa yang sudah dipuÂtuskan, agar masyakarat masih percaya pada demokrasi yang kita pilih bersama. Supaya nanti misalkan dalam pilkada, pemiÂlihan pemimpin semua akan dipilih rakyat, supaya mereka nanti melihat hasil, bukan jadi membebani rakyat.
Oh ya terkait 'reshuffle' Kursi Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang membuat kursi PKS hilang sejauh ini baÂgaimana tindaklanjutnya?Ya, kami kaget dengan disÂelenggarakannya sebuah rapat di MKD yang kemudian membuat satu keputusan baru, yakni perÂgantian pimpinan MKD.
Kok kaget?Ini tentu mengabaikan surat yang disampaikan Fraksi PKS di DPR sejak Jumat lalu, kepada pimpinan DPR, bahwa PKS teÂlah menarik Pak Surahman, dan menggantikannnya dengan Pak Al Muzzamil Yusuf. Jumat samÂpai ke Rabu tentu waktu yang cukup untuk pimpinan DPR meÂnyikapi terkait pergantian pimpiÂnan itu. Kemudian karena tidak ada kelowongan pimpinan.
Sikap pimpinan DPR setelah menerima surat dari DPR?Sudah menjanjikan, bahwa ketua DPR untuk melantik ketua MKD yang baru dari PKS. Karena memang pimpinan MKD yang sebelumnya dari PKS. Ini berlaku pada seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang lain.
Bisa dijelaskan?Jadi kalau misalnya komisi ini ketuanya dari Golkar, penggantiÂnya juga dari Golkar. Lalu misÂalkan Badan Anggaran ketuanya dari Gerindra, penggantinya juga dari Gerindra. Begitulah fatsun dan konvensi yang ada.
Itu selalu terjadi selama ini?Iya. Dan juga kami melihat keanehan karena dalam raÂpat, anggota kami yang sudah kami putuskan sebagai ketua MKD, tidak mendapat undanÂgan hadir dalam rapat. Inilah lagi-lagi yang aneh, peristiwa terjadi di suatu lembaga yang sangat mementingkan adanya moralitas dan tanggung jawab. Kehormatan itu seharusnya mereka melakukan yang terbaik untuk melakukan itu.
Lantas apa langkah Fraksi PKS selanjutnya?Masalah ini akan kami bawa dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk kemudian kami kritisi dengan sangat mendasar, sesuai dengan aturan yang ada di DPR juga. Kemudian juga sesuai dengan kebiasaan yang ada di DPR ini. ***
BERITA TERKAIT: