Ahok menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 109/2000, Kepala Daerah berhak menggunakan dana sebesar 0,01 persen dari total PAD. Untuk DKI, dana tersebut berkisar sebesar Rp 30 miliar per tahun.
"Ada PP yang mengatur bahwa kepala daerah seluruh Indonesia boleh pakai duit 0,01 persen dari PAD. Kita bisa dapat berapa, Rp 30-an miliar mungkin per tahun," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (3/5).
Ahok mengungkapkan dirinyalah yang menentukan peruntukan dana 0,01 dari PAD tersebut. Meski begitu, uang itu tidak dapat disimpan secara pribadi dan harus ditaruh di rekening daerah.
"Semua tergantung gubernur. Patokannya, kalau kita enggak pakai, ya balikin. Itu dasar uang operasional itu yang penting kita taruh di bank," jelasnya.
Tujuannya adalah agar penggunaan uang itu tidak sembarangan. Sebab, lanjut Ahok, penggunaan dana operasional ini diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Pengawasan, ya BPK yang periksa," tuturnya.
Biasanya, Ahok menggunakan uang operasional itu untuk keperluan membayar staf ahli, membantu pelajar yang kekurangan dana menebus ijazah, membantu biaya atau membeli karangan bunga bagi warga yang menikah.
"Makanya kita bisa bayar untuk staf, untuk bantu ijazah orang, kesehatan, mau beli, pameran-pameran, mau saya beli baju batik, ya banyak faktor. Jadi bisa juga untuk kawinan, kita kasih bunga ke orang itu sebulan bisa sampai miliaran lho, kirim bunga semua. Makanya saya taruh di bank," sambung Ahok.
Sebelumnya dia mengaku memberi tambahan uang operasional kepada Sekda DKI Saefullah sebesar Rp 100 juta tiap bulannya. Uang itu bisa digunakan untuk apapun, termasuk kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
[zul]
BERITA TERKAIT: