Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

30 MENIT BERSAMA JOKOWI (2)

Matahari Kembar Di Langit Jakarta

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Rabu, 20 April 2016, 09:48 WIB
Matahari Kembar Di Langit Jakarta
zainal bintang
JUDUL tulisan ini bukan judul sinteron atau film layar lebar. Tapi ini adalah rekaman kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bersama para menteri Kabinet Kerja. Saat terpilih menjadi Presiden Jokowi memantik harapan di hati masyarakat.

Dalam perjalanannya, kinerja pemerintahan Jokowi lebih rendah dari harapan masyarakat. Pergerakannya kurang lincah tersandung konflik akibat rivalitas destruktif parpol pendukung Jokowi-JK versus sikap oposan yang dimotori Golkar pimpinan Aburizal Bakrie bersama Prabowo Subianto punggawa Gerindra.

Delapan bulan kurang delapan hari usia pemerintahannya, pada 12 Agustus 2015, Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Suhu politik kontan memanas. Rizal Ramli diangkat sebagai Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya menggantikan Indroyono Soesilo. Harapan lahirnya kondisi kondusif meninggi. Tentunya untuk membayar tunggakan kinerja yang tercecer akibat kegaduhan politik.

Ternyata kegaduhan cuma berganti tema dan pemain. Sebelum reshuffle sumber kegaduhan adalah perebutan hegemoni kekuasaan politik di Senayan. Setelah reshuffle, koreksi dan tekanan bermunculan mendesak untuk mengkaji ulang sejumlah proyek besar mengemuka, memicu ketegangan baru yang terkonsentrasi di Istana. Proyek listrik maha daya 35.000 MW disasar koreksi Rizal Ramli. Padahal proyek itu, sebelumnya  adalah primadona Kabinet Kerja buah fikiran JK bersama menteri loyalis bawaan gerbongnya. Ketegangan head to head antara JK dengan Rizal Ramli tidak terbendung.

Menjadilah rapat kabinet arena intrik dan sindir menyindir. Istana menjadi pusat gempa politik baru menggantikan panggung di Senayan. Menggambarkan konsolidasi politik pemerintahan Jokowi belum menjadi.  

Pemicu ketegangan yang paling spektakuler adalah soal Blok Masela. Ketegangan Blok Masela paling banyak dipelototin publik karena melibatkan banyak aktor penting. Nama JK kembali disebut sebagai pendukung Blok Masela menggunakan pipa di bawah laut (offshore).

Sementara Rizal RamIi yang didukung kajian kelompok Fortuga (Forum Tujuh Tiga), teman alumninya dari ITB lulusan 1973 bersikukuh meminta kilangnya dibangun di darat (onshore). Orientasi pipanisi di darat diharapkan dapat meretas jalan bangkitnya potensi lokal ekonomi di wilayah Maluku khususnya di Masela. Argumentasi dari Fortuga mendapat dukungan masyarakat Maluku.

Jokowi akhirnya memutuskan sendiri di luar forum rapat kerja di Istana :  pipanisasi darat untuk Blok Masela. "‎Ini adalah sebuah proyek jangka panjang, tidak hanya setahun, dua tahun, tidak hanya 10 tahun 15 tahun tetapi proyek yang sangat panjang, yang menyangkut ratusan triliun rupiah. Oleh sebab itu, dari kalkulasi, dari perhitungan, dari pertimbangan yang sudah saya hitung, kita putuskan dibangun di darat," katanya di ruang tunggu keberangkatan Bandar Udara Supadio, Pontianak, Rabu (23 April) yang lalu.

Satu dua cuplikan kasus pemantik konflik internal Istana yang disebutkan tadi, merupakan pemandangan yang kemudian memunculkan anggapan adanya  praktik "matahari kembar". Segala daya upaya mengonsolidasikan kekuatan lintas potensi aparat pemerintah, tidak pernah bisa dicapai lewat pola "matahari kembar". Pengaruhnya sangat negatif. Analogi itu menunjuk kepada terbelahnya loyalitas menteri pembantu presiden, antara presiden dengan wakil presiden.

Jokowi dituntut bersikap tegas dan berjiwa tegar. Fenomena "matahari kembar" dalam pemerintahannya harus segera diakhiri dengan segala konsekwensi politik yang timbul karenanya. Koridor undang-undang memberikan hak penuh kepadanya untuk menetapkan sendiri kebijakannya, perintahnya maupun ide-idenya.

Pintu masuk yang paling tepat mengakhiri semuanya itu adalah reshuffle dan reshuffle. Rehuffle itu bermata dua. Satu sisi membuka peluang masuknya pejabat publik profesional  yang tunggal loyal kepada presiden. Yang kedua, berfungsi sebagai early warning bagi pejabat yang ada disamping dan di depan Jokowi untuk geledah diri dan tahu diri. Dan reshuffle yang berulang- ulang menjelaskan basis pembentukan kabinet sangat kental aroma kompromi politiknya.

Pekerjaan besar untuk memajukan Indonesia ; untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita, jelas memerukan sekumpulan orang bijak. Bukan jenis pejabat parasit. Karena hanya berfikir memperkaya kelompoknya dengan menyalah gunakan kewenangan yang ada di tangannya.

Dalam tatap muka singkat selama 30 menit di Istana antara presiden dengan rombongan Kadin Indonesia, pada hari Jumat, 15 April 2014, saya yang duduk berhadapan dengan Jokowi, sepertinya sayup-sayup saya menangkap adanya nyala "perlawanan" dari bersitan sinar mata presiden.

Perlawanan terhadap statusquo manejemen pemerintahan! Statusquo yang menyandera kelincahan gerakan Jokowi - sebagaimana diperagakannya manakala dia blusukan ke basis rakyat miskin. Kelincahan Jokowi tersandera sebagai ekses adanya kompromi instant dengan parpol yang berbau pragmatis dan transasksional.

Dan nampaknya upaya pembebasan dirinya dari sandera terkutuk itu tetap didasari perhitungan yang mateng secara bijak. Ukuran seorang negarawan bijak itu ditakar dari kemampuannya : "menarik benang dalam tepung : benang tidak putus dan tepung tidak berserakan".

Menurut ahli fikih dan hadis yang kesohor, Abdullah Ibnul Mubarak : Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh akan kerjakan tiga hari kemudian. [***]

penulis adalah wartawan senior dan wakil ketua umum Kadin Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA