Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, dalam acara Rapat Koordinasi Antar Penegak Hukum Terkait Alat Bukti elektronik, Saksi Mahkota, Proses Penempatan Napi Dan Persidangangan Perkara Tindak Pidana Terorisme yang digelar di Hotel Mercure, Padang, Sumatera Barat, Kamis sore (3/3).
Menurut Nasir, aturan hukum yang ada saat ini belum memadai untuk dapat mengantisipasi perkembangan masuknya Foreign Terrorism Fighter (FTF) ke Indonesia. Karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah masuknya kembali FTF ke Indonesia.
"Termasuk juga mencegah WNI Indonesia yang bergabung dengan kelompok teroris di luar negeri atau mencegah WNI terlibat dengan konflik bersenjata di negara lain," ungkap Nasir.
Menyikapi hal ini, diakui politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, DPR dan Pemerintah sudah berencana untuk merevısı UU 15/2003 tersebut dan sudah memasukkannya dalam daftar prioritas (nomor 41) Program Legıslası Nasıonal (prolegnas). Dan ada hal menarik terkait Rumusan Pasal dalam UU 15/2003, yang masih interpretatif dan sangat elastis serta tidak jelas batasan-batasannya.
"UU itu belum secara komprehensif mengatur ketentuan delik tindak pidana, misalnya delik percobaan. Perlu redefinisi istilah terorisme, karena istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan untuk mempolarisasi efek," demikian Nasir.
[ysa]
BERITA TERKAIT: