Di saat yang sama, politik kartel telah memperluas wilayah kontestasi berbagai kelompok politik dan kelompok lainnya untuk dapat menguasai sumber-sumber kekuasaan dan ekonomi di luar legislatif dan eksekutif. Bahkan di lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikanpun kontestasi yang berangkat dari semangat kelompok kepentingan ini sudah terasa.
Demikian disampaikan cendekiawan muslim, Sudarnoto A Hakim, dalam diskusi dengan tema "Nasionalisme Dan Agama" yang digelar Baitul Muslim Indonesia, yang merupakan sayap PDI Perjuangan, di Hotel Bidakara, Jakarta (Minggu, 28/2).
"Semangat 'menguasai dan memiliki' untuk diri dan kelompoknya secara eksklusif jauh labih mengedepankan ketimbang semangat 'berbagi dan berkeadilan' kepada yang lain. Pertentangan atau konflik internal partai, misalnya, memberikan petunjuk kuatnya kelompokisme ini," kata Sudarnoto.
Menurut Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP. Muhammadiyah ini, meskipun selalu saja ada solusi terhadap berbagai problem dan konflik internal partai, akan tetapi betapa susahnya ternyata menempatkan partai atau kekuatan sosial dan ormas dalam bingkai kebangsaan dan kepetingan yang lebih besar.
Maka sebagai keuatan politik yang besar dan berpengaruh, katanya, PDI Perjuangan harus bisa menjadi contoh sukses mengikis spirit kelompokisme di internal partai dan membangun nasionalisme yang kuat dan berkualitas.
Menurut Sudarnoto, apa yang dilakukan oleh Soekarno saat menjembatani, mengelola dan mengakomodasi apa yang disebut dengan kelompok Nasionalis Sekular dengan Nasionalis Islami di BPUPKI ketika menyiapkan Dasar Negara merupakan
inspiring moment khususnya bagi PDI Perjuangan dan kekuatan sosial politik dan civil society lainnya untuk menghindar dari pembajakan paradigma kelompokisme ini.
"Sebab Islam menentang kelompokisme atau
ashobiyah ini," demikian Sudarnoto.
[ysa]
BERITA TERKAIT: