"Berbagai argumen teknis ini seolah-olah benar adanya. Namun di mata para ahli yang paham betul teknologi migas, semuanya justru menjadi lelucon belaka," kata Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, kepada redaksi (Senin, 25/1).
Soal di bagian selatan Maluku yang disebut-sebut banyak gempa, misalnya. Menurut Rizal, data sesimotektonik dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang ada justru menunjukkan, selama 200 tahun terakhir kawasan itu sama sekali tidak mengalami gempa. Gempa memang terjadi, tapi itu lokasinya di bagian tengah dan utara Maluku. Begitu juga dengan adanya palung dalam yang menyulitkan jaringan pipa bawah laut, data yang ada menunjukkan kemiringannya hanya 2-3 derajat saja.
"Menurut kontraktor INPEX, guna mengatasi kandungan wax pada gas lapangan Masela dibutuhkan biaya yang sangat besar. Akibatnya biaya investasi skenario Kilang LNG darat menjadi lebih mahal karena harus menyediakan Floating Production Storage and Offloading (FPSO). Benarkah demikian? Tidak," tegas Rizal.
Rizal menjelaskan bahwa kadar lilin hanya dikandung hidrokarbon fasa fluida (minyak bumi). Kalaupun produksi lapangan abadi mengandung mengandung wax, maka secara teknis akan dipisahkan dan ditampung di fasilitas produksi atau FPSO. Hasil produksi minyak di lapangan lepas pantai, akan dipindahkan ke tanker dan dibawa ke kilang minyak untuk diolah. Sedangkan gas yang sudah bersih atau disebut sebagai lean gas dialirkan melalui jalur pipa ke darat.
"Kepada mereka yang ngotot menghendaki pembangunan Floating LNG baiknya mau bersikap lebih jujur dan berhati bersih. Sejumlah argumen dan dalih untuk mendukung FLNG terbukti mengada-ada dan bisa dipatahkan," demikian Rizal.
[ysa]
BERITA TERKAIT: