Di era yang semakin modern dan terbuka, ruangan demokrasi pun dipenuhi paling tidak oleh beberapa kelompok sosial. Sebut saja misalnya
political society, economic society dan
civil society. Ketiga kelompok ini tentu saja diharapkan, selain bisa saling mengawasi satu sama lain, juga bisa mengisi ruang demokrasi sehingga melahirkan kesejahteraan bagi orang banyak.
Namun yang ironis terjadi adalah ketika politisi yang beragam dan bisa saling berbenturan ini berselingkuh dengan pengusaha, sehingga kue ekonomi hanya dinikmati mereka saja, dan tak berdampak pada publik. Hal ini bisa berupa penghapusan pajak, izin usaha yang tak terbatas, atau hak istimewa lain sehingga menihilkan kewajiban kepada publik atau menggasak hak rakyat lainnya.
Pun demikian, sama bahaya bila politisi berselingkuh dengan
civil society hingga kejahatan kebijakan paling terang pun akan ditutupi atas nama "rakyat." Berbahaya juga bila
civil society, yang seharusnya mewakili aspirasi publik, malah menjadi corong pengusaha sebagai cap legitimasi keserakahan dalam bentuk, misalnya eksploitasi alam.
Dalam konteks inilah, kasus rekaman yang belakangan mencuat ini bisa dibaca dan diurai. Sebagian orang menyebut ini pertarungan antar
gang, sebagian lain menyebut ini sebagai perebutan tingkat dewa. Bolehlah juga disebut sebagai kisah perselingkuhan yang akhirnya terlanjur terbuka ke publik.
Di satu sisi, ada perusahaan yang tentu saja tak mau mengakhiri kontrak karya di Indonesia. Di sisi lain, ada sekelompok elit yang menempel pada kekuasaan yang sudah mewacanakan untuk memperpanjang kontrak karya. Klop sudah. Kunci keamanan hampir dipegang, dan rencana tinggal dijalankan. Saham, atau bentuk apapun, tinggal dibagikan bila operasi berjalan lancar. Tak ada ribut-ribut.
Namun si sisi lain, ada bagian dari kelompok politik yang memegang kuasa di satu sisi dari segitiga trias-politika mau ikut bermain. Maka dia pun bermanuver, dan memastikan kunci keamanan belum benar-benar terjamin. Ada kunci lain, yang mereka pegang.
Oke, keamanan bisa terjamin 100 persen, dengan catatan, saham harus dibagi secara rata. Dan sialnya, permintaan ini terbuka ke publik karena direkam. Buyar.
Lebih sial lagi publik. Publik hanya meributkan rekaman itu karena hanya itu yang bisa didengar dan dianalisa, atau dibincangkan di warung-warung kopi, tempat-tempat diskusi, atau menjadi kehebohan di dunia sosial. Maka fokus publik hanya pada siapa yang di dalam rekaman itu, siapa saja yang disebut, atau mempersoalkan sidang yang meributkan soal rekaman itu.
Di luar itu, dalam persoalan yang sebenarnya lebih substansial, dilupakan publik atau memang terlupakan. Atau memang ada semacam pabrikasi isu yang membuat publik agar melupakan persoalan sebenarnya.
Di luar kisah perselingkungan ini, perlu dicatat, ada juga perlombaan politik yang belum berhenti. Lebih mengerikan, kompetisi politik ini bukan terkait dengan peta politik setahun lalu. Dikotomi politik ini sudah berlalu, dan yang terjadi kini adalah persaingan di dalam. Inilah juga yang bisa menjadi benang merah di antara persoalan yang menjadi ramai ini.
Jamak diketahui, tak ada kawan dan lawan abadi dalam politik. Maka antar-kawan itu saling mengintai. Siapa bisa menikam lebih dulu, maka dia yang akan menang. Maka ketika rekaman itu mencuat atau sengat diumbar, kelompok-kelompok ini menjadikan senjata untuk menikam satu sama lain.
Sayangnya, sutradara terlalu banyak, pun demikian juga dengan aktor. Sutradara dan aktor ini pun berbeda dengan mafia dari Sisilia, yang memegang teguh hukum
omerta: tutup mulut. Maka "siapa orangnya siapa" menjadi kabur. Hal yang dilakukan adalah saling memanfaatkan momentum untuk saling menyingkirkan satu sama lain.
Maka tak heran bila ada elit yang kemudian tiba-tiba membicarakan kasus-kasus lama yang sangat besar. Padahal elit ini sudah berkuasa berkali-kali, dan baru kali ini menyinggung persoalan yang disebut sebagai megakorupsi paling besar. Dia sedang berpacu dengan waktu; naik ke puncak kuasa atau disingkirkan lebih dulu.
Sayang, kasus perselingkuhan dan perang politik ini tak dibaca secara mendalam oleh banyak orang.
Ah, andai saja semua perbincangan dan lalu lintas komunikasi semua elit ada rekamannya.
[ysa]
BERITA TERKAIT: