Demikian disampaikan Ketua Ketua Asosiasi Trader Gas Indonesia, Sabrun Jamil Amperawan, dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VII DPR, yang dihadiri 9 fraksi. Menurut Sabrun, aturan tersebut ditetapkan tanpa melalui diskusi dengan stakeholder gas dan berpotensi menimbulkan monopoli gas hanya untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan BUMD.
"Ini tentu melanggar UU 22/2001 yang mengamanatkan peran swasta melalui mekanisme yang wajar, sehat dan transparan. Permen tersebut sangat kontradiktif dengan semangat Presiden Jokowi yang mendorong peran semua komponen bangsa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sedang terpuruk," kata Sabrun di DPR, Selasa malam (24/11).
Sementara Direktur Utama PGN, Hendi Prio Santoso, yang hadir mewakili Indonesia Gas Association berpendapat bahwa pada dasarnya hadirnya aturan tata kelola gas melalui peraturan menteri ini sudah baik. Hanya apabila dirasa merugikan trader gas lain, bisa dibicarakan lebih lanjut untuk dicari titik temu.
Dirjen Migas yang diwakili oleh Susyanto, juga menyatakan peraturan menteri ini ditetapkan untuk memperbaiki tata kelola hilir gas yang selama ini menciptakan pasar yang tidak efisien, harga gas yang tinggi dan banyak trader gas tidak berfasilitas yang hanya bermodalkan kertas. Namun kalau dalam pelaksanaannya malah mematikan trader gas berfasilitas dan industri pemakai, maka perlu direvisi untuk penyempurnaan. Menteri ESDM sendiri sudah memberi lampu hijau untuk melakukan revisi terhadap isi Permen tersebut.
Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika, mengingatkan Menteri ESDM dan jajaran di bawahnya untuk taat pada UU. Sebab rtidak bisa sebuah aturan dibuat hanya bermodalkan niat baik, tapi menabrak UU 22/2001 yang secara tegas menjamin peran badan usaha swasta dalam kegiatan usaha hilir migas. Kardaya menambahkan Permen ESDM 37 juga bisa dianggap berbahaya karena membatasi kontraktor migas untuk menjual gas hak kontraktor ke konsumen yang memberikan harga paling baik.
Padahal dalam kontrak PSC, lanjutnya, kontraktor berhak menjual gas bagian kontraktor ke konsumen yang paling menguntungkan, tidak bisa dibatasi hanya ke BUMN atau BUMD tertentu. Ini bisa menyebabkan lemahnya posisi Pemerintah apabila ada pihak yang melakukan uji materi atau menuntut ke Mahkamah Agung.
[ysa]
BERITA TERKAIT: