JOHN RIADY, PEMUDA DIGITAL INDONESIA

"Rapat Pun Saya Sambil Berdiri...”

Hobi Lari & Makan Nasi Padang

Sabtu, 24 Oktober 2015, 09:30 WIB
"Rapat Pun Saya Sambil Berdiri...”
john riady/rm
rmol news logo John Riady lahir 5 Mei 1995. Sebelum melayarkan MatahariMall.com, John mengajar di Universitas Pelita Harapan, dan mengurusi media holding milik Lippo Group. Ketiga aktivitas itu, kini dijalankan bersamaan. Sibuk, tapi masih sempat menikmati hobinya, olahraga bersama istri. Jogging dan muay thai (bela diri tangan kosong dari Thailand). Dia juga penggemar berat nasi padang.

Kantor pusat MatahariMall berada di Menara Lippo Kuningan. Aura kesibukan amat luar biasa di situ. Muda mudi profesional terlihat hilir mudik. Sibuk menerima orang-orang yang datang, ada juga yang menggelar rapat. Ruangan seluruhnya dibuat terbuka. Sehingga aktivitas terlihat jelas.

"Satu-satunya yang punya ruangan di sini Pak Emir. Saya tidak punya. Bahkan, rapat pun sambil berdiri, biar efisien," kata John tertawa. Setelah melepas kursi Dirut Garuda, Emirsyah Satar bergabung sebagai Chairman di MatahariMall. Tim Rakyat Merdeka sempat ketemu sekilas di sana. Air muka Emir kini terlihat segar, mungkin karena dikelilingi 400 karyawan muda, usia kisaran 27 tahun.
 
Anda banyak disebut sebagai Pangeran Lippo atau Putra Mahkota Lippo. Apa artinya bagi Anda?

Saya tidak berpikir seperti itu. Sebenarnya di keluarga, kami tidak diharuskan atau dibesarkan untuk berdagang. Pikiran kakek saya, Pak Mochtar (Riady) atau ayah saya (James Riady), setiap orang diberi talenta yang berbeda. Kalau talentanya jadi dokter, lalu dipaksa berdagang, pasti saat bekerja tidak senang, dan tidak bisa bersaing, lalu kalah. Saya dianjurkan cari talenta sendiri, dan dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Kalau kita hebat di bidang tertentu, tapi tak ada kebutuhan masyarakat, akhirnya hanya jadi money machine. Baiknya, kita senang mengerjakan sesuatu, passionate dan berdampak positif pada masyarakat.

Saya tidak tahu, soal mahkota Lippo. Yang jelas saya senang dilahirkan di Indonesia di era sekarang ini. Bagi saya, ini satu karunia. Satu kesempatan. Kalau saya mengerjakan bisnis ini 10 tahun lalu, itu terlalu awal. Atau mengerjakan ini 10 tahun dari sekarang, sudah telat. Saya merasa sangat bersyukur diberkati orang tua, bukan dari persektif materi. Tapi pendidikan dan kesempatan. Ini lebih sebagai sebuah amanat, seperti konsep stewardship.

Semoga Lippo terus berjaya. Namun ada fakta bahwa kerajaan bisnis mulai meredup di tangan generasi ketiga. Bagaimana strateginya agar Lippo tetap bertumbuh?


Ini bukan hanya tantangan di perusahaan. Banyak negara pun kesulitan melewati masa kejayaan hingga tiga generasi. Ini adalah tantangan sebagai manusia. Biasanya kalau sudah berjaya, lalu kita merasa cukup complacent. Tidak bekerja keras dan tidak inovatif. Padahal, kita harus terus bergerak, di dunia yang penuh dengan perubahan, kalau ngga maju, ya habis.

Ini kaitannya dengan Hari Kebangkitan Nasional. Kalau ada American Dreams, maka menurut Anda, apakah Indonesian Dreams?


Saat ini ada 800-100 juta orang middle class di Indonesia. Mereka ini orang-orang yang baru pertama kalinya, dalam keluarga, mengirim anaknya ke sekolah yang baik, mulai belanja di retail modern, bisa membeli rumah, motor atau mobil. Memiliki smartphone, dapat pekerjaan baik. Bisa mendapatkan KPR. Mereka ingin hidup lebih baik dari orang tuanya. Ini big dreamnya orang Indonesia.

John membandingkan profil pekerja di kantornya, ibarat miniatur Indonesia. Orang muda, baru berkeluarga, dan profesional. "Mereka ini bekerja keras sekali. Tak perlu lagi diberi handsout, sudah bisa jalan. Ibaratnya, beri mereka pancing, jangan ikannya."

Kalau semua orang bekerja dengan baik, maka negara ini akan makmur dan berhasil lebih cepat. "Inilah Sumpah Pemuda era 2015. Pemuda kita berjuang, berinovasi dan inilah yang membuat Indonesia makin maju," kata John. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA