Karena itu, Kementerian Agama harus memantau pelayanan bagi jamaah haji khusus tersebut.
"Umm al-Jud itu sangat jauh dari mesjid al-haram. Kurang lebih 15 KM. Dipastikan, jamaah itu sangat jarang bisa mengejar ibadah di masjid suci tersebut," jelas Wakil Ketua Tim Pengawas Haji, Saleh Partaonan Daulay dalam pesan singkat yang diterima Minggu (20/9).
Dia mengingatkan, selain membina, melayani, dan melindungi jamaah haji reguler, Kementerian Agama harus memperhatikan haji khusus. Apalagi, jamaah haji khusus lebih rawan untuk tertipu. Karena pola pelayanan jamaah haji khusus tetap saja ada orientasi bisnis di dalamnya.
Menurut informasi yang dihimpun tim pengawas haji DPR RI, modus yang digunakan oleh penyedia jasa layanan haji khusus berbeda-beda. Salah satu di antaranya adalah menempatkan para jamaah mereka di hotel bintang lima untuk 2-3 malam. Setelah itu, jamaah akan dipindahkan ke rumah atau apartemen sewaan. Katanya, mereka di sana hanya untuk sekedar transit. Faktanya, jamaah tersebut bisa menetap antar 10-12 hari.
"Kalau transit kan cukup satu malam saja. Tapi kok ini bisa sampai 12 hari? Mana layanan khususnya?" kata Ketua Komisi VIII DPR RI ini mempertanyakan.
Memang pengelola haji khusus seperti ini tidak banyak. Namun demikian, masyarakat diimbau untuk berhati-hati sebelum memutuskan memilih biro perjalanan yang akan menguruskan perjalanan ibadah hajinya. Bayaran yang mahal tidak selamanya mendapatkan pelayanan yang terbaik.
"Kalau yang kami lihat kemarin, kualitas pemondokan mereka jauh dari pemondokan jamaah reguler. Selain jauh, fasilitas yang ada juga tidak memuaskan. Kamar mandinya kotor. Tempat tidurnya juga tidak standard," demikian Saleh Partaonan Daulay.
[zul]
BERITA TERKAIT: