Selama ini, Ratna dikenal sebagai perempuan tanpa rasa takut. Gaya bicara Ratna sangat terbuka dan blak-blakan. Ratna selalu bicara tanpa basa-basi, menyampaikan hal yang ia yakini sebagai kebenaran, atau menggugat suatu masalah yang ia anggap keliru, salah, tak masuk akal atau merugikan kepentingan bangsa.
Sejak zaman Orde Baru, nama Ratna sudah bekibar, lebih-lebih setelah muncul kasus Marsinah, buruh kecil yang ditemukan terbunuh di hutan jati di Madiun. Setelah meneliti kasus Marsinah, Ratna pun membuat drama berjudul
Marsinah; Nyanyian Dari Bawah Tanah.Di tengah musim kampanye tahun 1997, Ratna bergabung dalam kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebagai upaya menentang rezim Orba. Dalam kampanye yang dikurung ketat aparat polisi di sepanjang jalan Warung Buncit, Ratna Cs mengusung sebuah keranda bertuliskan "Demokrasi." Karena aksi ini, Ratna Cs ditangkap dan diinterogasi selama 24 jam.
Di tahun yang sama, Ratna melahirkan karya monolog "Marsinah Menggugat." Karya ini hadir setelah polisi menutup kasus pembunuhan Marsinah dengan dalih DNA korban terkontaminasi. Ratusan pasukan anti huru-hara bersenjata dan tank, membubarkan pertunjukan monolog ini saat pentas di Surabaya, Bandung dan Bandar Lampung.
Akhir 1997, Ratna mengumpulkan 46 LSM dan Organisasi-organisasi Pro Demokrasi di kediamannya. Hasil pertemuan ini, lahir Aliansi Siaga, sebagai organisasi pertama yang secara terbuka menyerukan agar Suharto turun.
Perjalanan dan perjuangan Ratna ini pernah direkam dan diabadikan oleh
ARTE, sebuah stasiun televisi Perancis. Dalam film dokumenter berjudul
The Last Prisoner of Soeharto, Ratna disebut sebagai pejuang HAM.
Sementara di Tokyo, Ratna menerima "The Female Special Award for Human Rights" dari The Fondation of Human Rights in Asia. Award khusus ini hingga hari ini baru diberikan pada dua perempuan: Aung San Suu Kyi dan Ratna Sarumpaet.
[ysa]
BERITA TERKAIT: