Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad itu, hadir empat mantan gubernur BI. Yakni Adrianus Mooy, Syahril Sabirin, Burhanuddin Abdullah, dan Darmin Nasution.
Anggota Komisi XI DPR RI, Maruarar Sirait pun menanyakan keberadaan draf RUU Bank Indonesia misterius itu. "Hari ini masuk draft RUU Bank Indonesia yang tak jelas dari mana. Saya sebagai anggota Komisi XI DPR tak tahu," kata Ara, sapaan akrab Maruarar.
"Pertanyaan saya, ini draft siapa? Ini kepentingan siapa? Terus ternag, saya baca draftnya dan saya banyak yang tak setuju, dan saya yakin partai saya juga tak setuju."
Bagi Ara, kemunculan draf RUU itu menjadi sangat politis. Sebab, semua juga mengetahui bahwa di Mahkamah Konstitusi (MK) saja masih ada perkara sengketa kewenangan antara BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang belum selesai diputus.
Masalahnya, draft RUU Bank Indonesia yang sampai ke tangan anggota DPR RI itu terkesan sangat mengarahkan penguatan kewenangan BI. Di sisi lain, RUU itu memojokkan kewenangan OJK.
Ara menuturkan, DPR kerap menjadi tempat bertarung kepentingan dan ideologi. Termasuk juga arena pertarungan pihak-pihak dari lembaga pemerintahan hingga pengusaha.
"Saya memastikan saat ini ada pertarungan kepentingan antara BI dan OJK. Jadi situasi ini gawat. Jangan-jangan bapak-bapak (mantan gubernur BI yang hadir) ini ada yang mewakili kepentingan BI atau OJK," ungkapnya.
"Jadi ngeri diskusi ini. Nampaknya saja soft, padahal isinya dashyat. Instinct politik saya melihat ini pertarungan luar biasa,†ujar politikus PDIP itu.
Karenanya Ara mengharapkan semua anggota Komisi XI DPR memahami konstelasi itu sehingga tetap bisa berdiri independen dan tak dimanfaatkan kelompok tertentu.
"Saya sepakat draft RUU Bank Indonesia harus demi kepentingan nasional. Rakyat harus diuntungkan. Kita harus membangun BI yang membuat rupiah kuat, undang-undang yang membuat Pemerintah, BI, dan OJK bersatu bekerja sama. Tapi kalau untuk memperkuat satu pihak saja dan melemahkan pihak lain, saya yang pertama menahan undang-undangnya," tegas Ara.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi XI DPR RI Johnny G.Plate. Politikus Partai NasDem itu meminta agar draf RUU Bank Indonesia tak dibahas dulu.
Ia menegaskan, dalam revisi UU itu harus disepakati terlebih dahulu soal kepentingan nasional. "Jangan sampai dalam merevisi UU ini kita kehilangan arah. Karena seharusnya UU itu melindungi kepentingan nasional kita," tandasnya.
Sedangkan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, M.Misbakhun mengaku kaget dengan keberadaan draf RUU Bank Indonesia itu. Sebab, substansi RUU itu akan banyak mengubah sistem yang ada selama ini melalui penambahan berbagai kewenangan ke BI yang sebenarnya sudah direformasi pasca-berakhirnya pemerintahan Orde Baru.
"Saya tak tahu apa yang ada di otak penyusun draf revisi ini. Karena isinya seakan mau menarik semua kewenangan OJK kembali ke BI. Ini seperti
hostile takeover. Ini seperti kita mau beri kekuasaan penuh kepada BI," kata Misbakhun.
Untuk diketahui, Pemerintah pernah meminta agar RUU Bank Indonesia dirubah menjadi inisiatif Pemerintah. Sehingga drafnya disiapkan pihak Pemerintah. Namun inisiatif itu ditolak Baleg DPR RI, dengan alasan drafnya sudah disiapkan Komisi XI DPR.
Ketua Komisi XI DPR RI, Fadel Muhammad, mengakui bahwa draf RUU Bank Indonesia yang ada di tangan anggota komisi berasal dari para pimpinan komisi. "Itu draf dari pimpinan, kami bikin draf supaya ada pegangan," katanya.
Politikus Golkar iru mengklaim bahwa dirinya sudah mengkomunikasikan masalah keberadaan draf RUU itu kepada para anggotanya. Namun, katanya, tak semua anggota hadir saat dia mengkomunikasikan.
Fadel juga membantah bila draf itu merupakan draf titipan dari pejabat BI. Dia juga mengatakan dirinya dibolehkan menyiapkan draf RUU untuk diserahkan dan dibahas anggota. "Itu boleh saja. Saya kan ketua Komisi XI DPR, bisa dong," tandas Fadel.
[ysa]
BERITA TERKAIT: