Penyelenggara Negara Harus Sudahi Pola Komunikasi Konflik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Kamis, 21 Mei 2015, 14:19 WIB
Penyelenggara Negara Harus Sudahi Pola Komunikasi Konflik
putut prabantoro/net
rmol news logo . Penyelenggara negara harus segera melakukan komunikasi kerja untuk menghapus kegaduhan politik yang belakangan terus terjadi dan untuk menghindari silang pendapat yang sia-sia di publik. Komunikasi kerja artinya lebih mengedepankan prestasi kerja pada bidangnya, serta mengedepankan keteladan.

"Dalam komunikasi kerja, pencapaian kerja seseorang menjadi lebih penting dibanding daripada sekedar mencari kesalahan ataupun kegagalan pihak lain," kata konsultan komunikasi politik, AM Putut Prabantoro, dalam "Workshop BimTek Tata Kelola Media Center Kemenkominfo Tahun 2015" di Pontianak (Kamis, 21/5).

Putut menilai kegaduhan politik pada saat ini  sudah sampai pada taraf membosankan sebagai berita. Komunikasi yang digunakan dalam kegaduhan politik sebagian besar komunikasi konflik, perseteruan dan pertarungan. Komunikasi konflik ini menggunakan bahasa verbal yang bernuansakan perserteruan.

Putut khawatir, generasi baru yang dilahirkan pada tahun-tahun datanganya Reformasi akan menjadikan para penyelenggara negara, elit politik ataupun tokoh nasional yang berkonflik sebagai role model dalam hidup mereka.
 
"Ini sangat membahayakan. Kalau kita lihat tayangan televisi ataupun berita, semuanya bernuansakan negatif.  Berita di Indonesia isinya hanya umpatan, caci maki, tidak ada kedamaian, selalu mengundang musuh dan memperlihatkan kekuasaan," ungkap Putut dalam Workshop yang berlangsung tiga hari dan dihadiri oleh 56 pengelola media center daerah dari seluruh Indonesia.

Masih kata Putut, komunikasi verbal yang digunakan saat ini lepas dari konteks pembangunan bangsa dan penyiapan generasi baru ke depan yang seharusnya ada.

"Bisa dibayangkan dalam waktu 10 tahun, generasi baru itu akan mulai memimpin negara dengan pola seperti yang mereka lihat selama ini," ujar Putut Prabantoro, sambil meminta agar komunikasi jenis ini disudahi serta harus mulai mengedepankan komunikasi kerja yang mengedepankan nilai yang bekerja dengan baik

"Hanya dengan seperti itu, Bangsa Indonesia akan keluar dari keterpurukannya. Komunikasi kerja akan menonjolkan hasil kerja dengan sekaligus menumbuhkan budaya malu, yang tidak bekerja dengan baik mendapat sorotan dari masyarakat Jangan sampai orang yang bekerja dengan diam dan memenuhi pencapaian hasil kalah penilaiannya dibandingkan dengan orang yang kerjanya hanya banyak bicara," ujar Putut Prabantoro yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa). [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA