Jokowi Perlu Bentuk Komisi Independen untuk Ungkap Kebenaran Kasus Novel Baswedan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Senin, 04 Mei 2015, 09:52 WIB
Jokowi Perlu Bentuk Komisi Independen untuk Ungkap Kebenaran Kasus Novel Baswedan
jokowi/net
rmol news logo . Presiden Joko Widodo direkomendasikan membentuk Komisi Independen untuk mengungkap kebenaran dalam kasus "penganiayaan" berat yang mengakibatkan kematian Mulyan Johan, tersangka pencuri sarang burung walet pada 2004 yang dieksekusi dengan tembakan pistol di Pantai Panjang, Bengkulu.

Sangkaan pidana ini dituduhkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri terhadap Novel Baswedan yang beberapa tahun terakhir sampai sekarang menjadi penyidik KPK.
 
"Rekomendasi ini penting bukan hanya sebagai tuduhan pidana belaka, namun juga pelanggaran hak tersangka yang serius atas dugaan summary execution atau pembunuhan di luar proses hukum yang dilakukan aparat Polresta Bengkulu," kata Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Suryadi Radjab, dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 4/5).

Kendati demikian, lanjutnya, kasus yang dituduhkan kepada Novel oleh Bareskrim Polri jelas sarat konflik kepentingan, dan tak mungkin mengelak dari konflik KPK vs Mabes Polri dalam empat bulan terakhir sesudah Komjen Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka korupsi penerimaan gratifikasi oleh KPK. Bareskrim telah menambah daftar sangkaan pidana dari KPK sesudah duo KPK, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, selain ancaman pidana beberapa lainnya.
 
"Atas dasar konflik kepentingan itu, maka PBHI mendesak Presiden Jokowi segera membentuk Komisi Independen supaya kebenaran atas kasus dugaan pelanggaran berat terhadap hak-hak tersangka yang dilakukan aparat Polresta Bengkulu itu dapat diungkap, tidak terus-menerus ditutupi, atau kalau pun diusut oleh institusi yang sama kadang hanya menyalahkan yang satu atau beberapa, namun kerap melindungi yang lain," jelas Suryadi.

Pada sisi korban, lanjut Suryadi, ini juga sangat penting diungkap: Siapa saja dari enam tersangka itu yang menjadi korban penembakan kepolisian? Pada titik mana saja di tubuh mereka yang ditembak? Bagaimana Mulyan Johan sampai meninggal? Bagaimana nasib mereka yang luka tembak? Apakah mereka dirawat dan diobati? Adakah bentuk-bentuk penyiksaan lainnya? Bagaimana keluarga korban menanggapi kematian Mulyan? Bagaimana pula keluarga korban penembakan lainnya?

"Sedangkan pada sisi pelaku, berapa banyak petugas Polresta yang membawa para tersangka ke Pantai Panjang? Siapa saja dari petugas Polresta yang menembak korban? Siapa sesungguhnya yang menembak Mulyan? Di mana persisnya keberadaan Novel saat itu? Adakah bentuk penyiksaan lainnya? Apa motif penembakan itu? Apa reaksi dan respon Kepala Polresta dan Polda Bengkulu sesudah kejadian itu? Apakah mereka memberitahukan keluarga korban? Ataukah tidak peduli? Pada sisi lain, adakah saksi yang menyaksikan kejadian di tempat terbuka itu?" ungkapnya.
 
PBHI, tutup Suryadi, menilai kasus penembakan para tersangka oleh Polresta Bengkulu itu sangat penting diungkap kebenarannya. Karena, kasus ini hanyalah satu cermin saja dari banyak kasus yang sama tentang sangat buruknya perilaku aparat kepolisian terhadap para tersangka kejahatan biasa (ordinary crimes).

"Atas alasan inilah PBHI mendesak Presiden untuk mengeluarkan keputusan bagi pembentukan Komisi Independen yang dapat dipilih dari anggota Komnas HAM dan orang-orang non-negara yang berintegritas," demikian Suryadi. [ysa]
 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA