"Persoalan agama sangat sensitif dan cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar guna memantik emosi massal. Dan kenyataannya itu berhasil. Publik melupakan sama sekali soal kenaikan harga BBM," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjend) Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA) Sya'roni dalam keterangannya kepada redaksi, Kamis (2/4).
Menurut dia, langkah pembredalan menjadi kontraproduktif. Bermaksud ingin memberangus tetapi yang terjadi adalah menyediakan pariwara gratis untuk ke 22 situs tersebut. Publik menjadi penasaran dan kemudian mencari tahu nama-nama situs yang diblokir.
"Maka yang terjadi, nama situs-situs makin dikenal secara meluas padahal sebelumnya penggemar situs-situs itu sangatlah minimalis," imbuhnya.
Sebelum adanya pembredalan, nama ke 22 situs hanya menjadi konsumsi kalangan terbatas. Namun sekarang, publik mulai tahu dan mengenal situs-situs tersebut. Pembredelan telah membuahkan penguatan branding.
Lebih lanjut Sya'roni mengatakan, mestinya kalau untuk mempersempit penyebaran paham radikalisme, langkah yang bijak adalah mengkampanyekan situs-situs yang berhaluan moderat, seperti situs milik NU, Muhammadiyah, UIN dan lain-lain.
"Memberangus situs-situs lokal sama saja membangun kebohongan belaka karena publik masih bisa mengakses situs-situs ekstremis yang dimiliki oleh publik internasional," demikian Sya'roni.
[dem]
BERITA TERKAIT: