Masih Jual Alkes, BNM dan FSI Rugikan Konsumen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Kamis, 12 Maret 2015, 23:13 WIB
Masih Jual Alkes, BNM dan FSI Rugikan Konsumen
ilustrasi/net
rmol news logo . Konsumen alat kesehatan (alkes) mulai resah karena produk yang mereka beli diduga tidak disertai garansi normal atau tidak akan mendapat perawatan after sales bila terjadi kerusakan pada beberapa komponen. Alat kesehatan bermerek Curesonic itu diduga dijual oleh PT BNM dan diimpor oleh FSI dari produsen asal Jepang.

"Jelas bahwa, apa yang dilakukan oleh FSI dan BNM merugikan konsumen. Jadi, jika ada kerusakan pada komponen Curesonic, maka tidak mungkin bisa diganti, sebab Appolo sudah putuskan perjanjian distribusi karena kelalaian PT FSI yang tidak bayar utang," kata kuasa hukum Appolo, Benny Wullur, beberapa waktu lalu (Selasa, 12/3).

Menurut Benny, BNM dan FSI tidak lagi ditunjuk sebagai agen tunggal oleh Appolo di Jepang. Appolo sebagai produsen di Jepang memutus FSI sebagai Sole Distributor di Indonesia, melalui surat resmi yang dikirim oleh Presiden Appolo, Kim Sungyool, tanggal 13 November  2013 lalu. Alasannya, karena FSI tidak membayar utang orderan produk sekitar Rp 10 miliar.

"Dan Appolo menyatakan bahwa PT FSI diduga telah melanggar perjanjian distribusi tahun 2014-2018 pasal 4 ayat 1, 1.6 dan pasal 6 ayat 4. Isi perjanjian antara lain, distributor  wajib membayar lunas sesuai dengan yang tercantum dalam invoice," ungkap Benny.

Benny melanjutkan, Appolo kemudian menunjuk agen baru yakni Fortuner Star Global (FSG) sebagai agen tunggal untuk mengimpor alat kesehatan merek Curesonic, melalui surat yang dikirim oleh Presiden Appolo tanggal 13 November 2013. Dan untuk tidak menimbulkan polemik kemudian hari, PT FSG mengganti nama Curesonic menjadi Biosonic.

"Dan pertanyaannya adalah, setelah perjanjian distribusi antara Appolo dan FSI putus, bagaimana dengan nasib alat kesehatan Curesonic yang telah dan sedang dijual oleh FSI melalui BNM sebagai penjualnya? Siapa pihak yang akan bertanggungjawab bila terjadi kerusakan pada komponennya?" ujar Benny.

Dan yang lebih aneh lagi, lanjut Benny, setelah pemutusan kerjasama tersebut, PT BNM diduga masih berani menjual alat kesehatan Curesonic melalui website kenkonokai.co.id hingga hari ini. Tindakan BNM dan FSI inilah yang sangat merugikan konsumen Curesonic sebab mereka menjual produk yang tidak ada garansi dari produsen.

Benny menambahkan, saat ini Appolo juga sedang menggugat PT FSI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena diduga mendaftarkan Curesonic ke Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tanpa sepengetahuan Appolo. Proses persidangannya masih berlanjut.

Sementara itu, pengamat politik Boni Hargens mengatakan, hal utama yang penting dalam sebuah distribusi alat kesehatan adalah hak konsumen. Jika hak konsumen diabaikan oleh distributor atau importir, maka perusahaan yang bersangkutan wajib dituntut baik oleh konsumen maupun oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

"Jangan sekali-kali konsumen dikorbankan. Seharusnya YLKI segera menginpeksi PT FSI dan PT BNM yang diduga tidak bertanggungjawab. Kelalaian mereka yang diduga tidak membayar utang ke Apollo, jangan dibebankan pada konsumen. Ini disebut perusahaan yang tidak bertanggungjawab," tegasnya.

Boni pun menyarankan YLKI untuk segera memanggil pemilik FSI dan BNM untuk dimintai keterangan. Dan bila terjadi pelanggaran atau masih menjual Curesonic, maka kedua PT tersebut harus diberi sanksi yang tegas. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA