Keterangan yang diterima redaksi dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, tiga dari enam yang luka-luka tersebut sudah dibawa ke RS Persahabatan untuk mendapatkan perawatan.
Kejadiannya bermula pukul 10.00 WIB, saat itu aparat polisi dan dua petugas BPN datang untuk melakukan pengukuran tanah di kampung warga. Warga sejak awal menolak untuk pengukuran dan beraudiensi dengan mereka. Tapi aparat dan BPN tetap memaksa untuk melakukan pengukuran tanah, untuk membatasi tanah kepemilikan warga dengan Wiliam Silitonga, yang mengklaim memiliki sertifikat resmi kepemilikan tanah. Yang terjadi, warga yang sudah standby menghadang mereka di depan.
Namun begitu, audiensi tetap digelar. Setelah selesai audiensi sekitar pukul 12.00 WIB, polisi dengan jumlah yang banyak (diperkirakan 3 mobil) berhadap-hadapan dengan warga untuk melakukan pengukuran, bentrok pun tak terhindarkan.
Lalu berdasarkan keterangan warga, ada pihak-pihak luar warga yang memicu konflik (provokasi) dengan melemparkan kayu, sehingga keadaan semakin memanas. Polisi mulai memaksa masuk dan kemudian karena ricuh polisi akhirnya melemparkan gas air mata.
Dan saat warga dan aparat saling dorong, Hendra Supriatna, sang pengacara warga (pengacara LBH), yang berada di depan menolak pengukuran dan melakukan pengusiran. Lalu ada polisi yang menanyakan status Hendra, dan Hendra sejak awal sudah menjelaskan kalau dia adalah sebagai kuasa hukum warga. Setelah itu Hendra dibawa paksa oleh polisi berpakaian preman serta satu orang warga bernama Eko.
Hendra Supriatna kini berada di Polres Jakarta Timur. Dan diberitakan sebelumnya, informasi yang diperoleh dari lokasi menyebutkan bahwa polisi betindak represif dalam menghadapi masyarakat korban penggusuran.
[rus]
BERITA TERKAIT: