Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Selalu Mendapat Perlawanan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 09 Desember 2014, 18:31 WIB
Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Selalu Mendapat Perlawanan
rmol news logo Kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubdi mendapat penolakan dari masyarakat. Bahkan tak jarang aktivis mahasiswa yang menolak kebijakan  tersebut terlibat bentrokan dengan aparat.

"Sekarang di Makassar sudah ada yang meninggal karena demo menolak kenaikan BBM. Jadi Jokowi jangan malu-malu untuk menurunkan harga BBM secepatnya,” kata mantan aktivis Ferry Juliantono, dalam diskusi publik Kilas Balik Gerakan Rakyat Menolak Kenaikan BBM di Jakarta, (Selasa, 9/12). Juga hadir dalam kesempatan itu, mantan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat dan dosen UI Effendi Gazali.

Dia melihat, kenaikan BBM akan segera menimpa semua sektor dan memberatkan masyarakat. "Masalah sekarang bukan sekedar harga BBM naik Rp 2 ribu tapi ada masalah yang lebih serius. Pemerintah berkeras kepala untuk naikkan harga BBM sementara Pertamina selalu sembunyikan biaya pengelolaan minyak,” tandasnya.

Tak hanya Jokowi, Presiden-presiden sebelumnya juga melakukan hal yang sama. Seperti Jokowi, kebijakan tersebut juga ditentang.

Kalangan aktivis tidak menerima alasan pemerintahyang setiap menaikkan harga BBM bersubsidi pemerintah selalu beralasan subsidi BBM membebani APBN. Penolakan sangat keras meski disebut ada kompensasi program-program yang pro terhadap rakyat miskin, seperti Bantuan Lansung Tunai (BLT), jaminan kesehatan dan pendidikan gratis, hingga kartu-kartu sakti dari kenaikan harga BBM tersebut.

Makanya, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan demonstrasi menolak kenaikan BBM berlansung dimana-mana. Masyarakat selalu memprotes keras kenaikan BBM, puncaknya pada 2008 saat demo besar-besaran menuntut SBY menurunkan harga BBM.

Ferry yang sempat dipenjara 1 tahun karena dituduh mendalangi aksi tolak kenaikan BBM tahun 2008 itu mengaku di kampus-kampus di Jakarta terjadi intensitas demonstrasi yang sangat keras.  "Ujungnya pada waktu proses voting kenaikan BBM di DPR, gedung DPR sampai dikepung masyarakat yang menolak kenaikan itu,” ungkapnya.

Aksi besar-besaran tersebut sangat meresahkan pemerintah. "Saya dibekuk polisi setelah dituduh kabur ke China, saya dipenjara dan divonis 1 tahun, buat saya ini resiko perjuangan,” ucap Ferry.

Dalam aksi besar-besaran tahun 2008, masyarakat mendesak legislatif melakukan audit investigasi soal pengelolaan migas di Indonesia. Karena di beberapa negara, ada nasionalisasi perusahan-perusahaan migas setelah dilakukannya audit investigasi soal
pengelolaan migas. "Sementara di Indonesia, pansus yang akan melakukan audit itu malah tidak jalan,” paparnya.

Menurut Ferry, selama tidak ada audit investigasi maka masalah pengelolaan migas akan terus ada dan tidak pernah tuntas.  [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA