"Saya perlu mengingatkan, Bank Mutiara ini ada dispute yang luar biasa. Selisih harga jual dengan bailout Rp 6,7 triliun, kalau kita mengacu bahwa tidak ada ditengarai bank gagal berdampak sistemik, maka selisih itu adalah selisih kerugian negara, dan tidak bisa menjadi beban krisis," kata anggota Komisi XI DPR, Misbakhun, dalam rapat kerja dengan OJK di gedung DPR, Senin (24/11).
Diketahui, sebanyak 99 persen saham Bank Mutiara dijual oleh LPS ke J Trust Co, seharga Rp 4,41 triliun. Sementara dana yang sudah diguyurkan pemerintah ke bank itu minimal Rp 6,7 triliun, dan itu belum dihitung bunga. OJK dan LPS sendiri menyatakan sudah meneliti bahwa tidak ada keterkaitan antara J Trust dengan pemegang saham lama.
Karenanya Misbakhun mengingatkan soal risiko lanjutan akibat munculnya kerugian negara akibat penjualan Bank Mutiara. "Dan begitu ini menjadi kerugian negara, akan menjadi beban bagi banyak orang yang ada di situ," sambungnya.
Politikus muda Golkar itu menegaskan, masih ada proses hukum yang belum tuntas dalam kasus Century. Karenanya Misbakhun pun mengingatkan jajaran komisaris OJK agar sangat berhati hati berkaitan dengan masalah pelepasan Bank Mutiara ke investor Jepang tersebut.
"Walaupun sudah keluar release bahwa Bank Mutiara sudah terjual, saya mengingatkan bahwa permasalahan atas hal ini belum selesai. Ada permasalahan hukum dan hasil penjualan yang berbeda, saya mengingatkan masalah tersebut," tutur salah satu Inisiator hak angket Century DPR periode 2009-2014 itu.
Terkait hal itu juga, Misbakhun menantang OJK untuk benar-benar menyiapkan protokol apabila menghadapi krisis keuangan. Dengan demikian, OJK akan benar-benar bisa bekerja mensinerjikan sektor keuangan dalam menghadapi krisis. Menurutnya, perbedaan penafsiran bailout Bank Century diantara Pemerintah DPR adalah disebabkan ketiadaan protokol demikian.
"Kejadian bailout Century dan kemudian ada intrepretasi yang berbeda antara DPR dan Pemerintah, itu karena kita tak ada protokol krisis yang memadai," tandasnya.
Di dalam rapat itu, jajaran OJK dipimpin langsung oleh Ketua OJK Muliaman D Hadad. Sebenarnya, rapat itu diagendakan pada minggu lalu. Namun batal dengan alasan bahwa OJK belum siap untuk rapat. Secara politis, saat itu sedang terjadi pembicaraan terkait deal politik diantara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.
[ysa]
BERITA TERKAIT: