Petral yang 100 persen sahamnya dimiliki Pertamina selamai ni dikenal sebagai instrumen impor minyak mentah dan BBM untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Menurut Sudirman Said dalam sebuah diskusi di Jakarta hari Sabtu lalu (1/11), Indonesia masih membutuhkan instrumen “
trading†migas di luar negeri seperti Petral. Dia mengatakan, Petral mempunyai fleksibilitas, kemampuan kredit besar, dan terdaftar dalam pasar internasional.
Menurut ekonom senior DR. Rizal Ramli, penjelasan Sudirman ini konyol. Rizal Ramli menyayangkan bila Presiden Joko Widodo memakan mentah-mentah pendapat seperti yang disampaikan Sudirman Said itu.
“Pertamina memiliki kredibilitas,
credit worthiness yang besar,†ujar Rizal Ramli dalam perbincangan dengan redaksi, Senin pagi (3/11).
Mantan Menko Perekonomian di era Abdurrahman Wahid ini menjelaskan, pemerintah ketika itu juga menghadapi persoalan yang kurang lebih sama.
“Presiden Gus Dur berani menghapuskan mafia ekpor minyak mentah yang subur di zaman Soeharto. Pertamina tidak perlu jual minyak mentah lewat perusahaan kertas atau
paper trading company di Hongkong yang jadi alat kroni-kroni kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan sekitar 30 hingga 40 sen dolar AS per barel dari ekpor minyak mentah Indonesia,†kata Rizal Ramli.
“Kok Presiden Joko Widodo terbujuk argumen konyol Sudirman,†sambungnya.
Lebih lanjut Rizal Ramli mengatakan, pemerintah baru harus berani membubarkan Petral karena selama ini menjadi istrumen yang digunakan mafia impor migas demi patgulipat yang merugikan negara.
“Pembelian minyak bisa langsung dilakukan oleh Pertamina dari negara produsen, bukan dari para brokers,†demikian Rizal Ramli.
[dem]
BERITA TERKAIT: