Kabinet Trisakti Cuma Merek Dagang Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 26 Oktober 2014, 15:25 WIB
Kabinet Trisakti Cuma Merek Dagang Jokowi
rmol news logo Presiden Joko Widodo dinilai hanya melakukan pencitraan dalam menyusun kabinet. Nama-nama calon menteri yang akan diplot Jokowi, sejauh kabar yang beredar, tak sesuai rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Apa yang disebut-sebut kabinet trisakti tampaknya hanya menjadi merek dagang atau papan nama saja," ujar Anggota DPR, Bambang Soesatyo, kepada wartawan (Minggu, 26/10).

Selain itu menurut Bambang, jika diperhatikan betul, Presiden Jokowi pun hanya mencari citra dengan melibatkan KPK dan PPATK. Pasalnya, rekomendasi kedua lembaga itu dengan memberi tanda merah dan kuning, diabaikan Jokowi.

"Buktinya rekomendasi dan warning KPK-PPATK atas sejumlah nama yang diduga terlibat dan berpotensi bermasalah tetap masuk dalam jajaran menteri kabinet," kata dia.

Salah satunya, seperti kembali masuknya mantan Ketua Tim Transisi Rini Mariani Soemarno Soewandi dalam bursa calon menteri tersebut. Apalagi jika diplot di tempat amat strategis seperti Menteri BUMN. Padahal hasil penelusuran KPK pada termin pertama saja, Rini sudah masuk daftar calon menteri 'bertinta merah' atau berpotensi bermasalah.





Hal tersebut juga disayangkan Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman. Bonyamin menyebut Presiden Joko Widodo tak konsisten terhadap apa yang telah dilakukan dalam menyeleksi calon menteri dengan meminta pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilain pihak, Bonyamin pun mempertanyakan sikap KPK yang seolah membiarkan nama-nama yang diberi tanda merah seperti Rini Soemarno masuk kabinet Trisakti.

"KPK ini seperti masuk angin," kata dia.

Padahal seharusnya menurut Bonyamin, jika Ketua KPK Abraham Samad menyebut menteri yang diberi tanda merah maupun kuning tak layak masuk kabinet, harus juga dibarengi dengan proses hukum.

"Ini kan (Rini) diduga ikut terlibat dalam skandal BLBI. Kasus itu pun kini tengah diselidiki KPK. Yang menjadi pertanyaan kenapa Abraham Samad begitu menggebu diawal, namun saat ini justru diam?," kata dia.

"Kalau memang yakin, segeralah tersangkakan (Rini)," kata dia.

Senada dengan itu, sikap yang sama juga ditunjukan Kordinator Indonesia Coruption Watch (ICW), Ade Irawan.

"Mestinya Jokowi menindaklanjuti rekomendasi KPK, kalau tidak mau, dari awal nggak perlu ke KPK atau PPATK," ujar dia.

Ia mengakui, memang selaku Presiden, Jokowi memiliki hak prerogatif untuk mengangkat para pembantunya di kabinet, sebagaimana dijamin UUD. Begitu juga memberhentikannya. Namun menurut Ade, dengan mengedepankan hasil penelusuran KPK dan PPATK, Jokowi tidak eksplisit menggugurkan hak prerogatifnya.

"Keputusan tetap ada di tangan presiden atas atau dengan dasar pertimbagan rasional separti hasil tracking KPK bukan atas transaksi politik," kata Ade.

Sementara itu, Presiden Jokowi melalui mantan Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto,meminta agar media dan publik tak lagi meributkan soal label merah dan kuning yang diberikan KPK. Hal itu tak baik.

"Presiden inginkan agar spekulasi di media tentang nama-nama yang dapatkan bendera kuning merah dari KPK dihentikan," jelas Andi.

"KPK dan PPATK hanya serahkan dokumen itu ke presiden, hanya presiden yang megang dokumen itu. Presiden sama sekali tidak pernah  ungkap nama-namanya ke media. Tolong spekulasinya dihentikan karena itu berkaitan dengan integritas dan masa depan orang tersebut," tutup dia.


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA