Ketika Parlemen Jadi Provokator...

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-5'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
OLEH: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Selasa, 30 September 2014, 07:39 WIB
<i>Ketika Parlemen Jadi Provokator...</i>
ilustrasi/net
rmol news logo . Ada hal menarik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, termasuk juga soal posisi parlemen dan partisipasi publik, terutama di dunia maya dan di gelanggang jalanan.

Ini di luar konteks RUU Pilkada yang sudah disahkan DPR, namun salah satunya masih terkait dengan hal tersebut. Saat ini, publik meramaikan atau tepatnya masih meributkan putusan DPR atau parlemen yang mendapat mandat dari rakyat tersebut, dengan mengatasnamakan rakyat juga.

Perlu jadi catatan terlebih dahulu, secara prinsip, parlemen memiliki dua fungsi. Pertama fungsi perwakilan, yaitu pertama-tama untuk mewakili kepentingan rakyat yang berdaulat. Kedua, fungsi permusyawaratan bersama dan deliberasi untuk pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan dan untuk mencapai tujuan bersama dalam masyarakat.

Kedua fungsi pokok tersebut dijabarkan dalam tiga kegiatan pokok yang selama ini lebih dikenal dan biasa disebut sebagai fungsi fungsi legislasi, pengawasan dan fungsi anggaran.

Hal menarik adalah ketika sekelompok pihak di parlemen, yang mendapat mandapat mandat dari rakyat juga, gagal memperjuangkan apa yang diyakininya, mereka mengembalikan lagi kepada rakyat. Maka yang terjadi adalah protes-protes rakyat kian marak, baik di dunia sosial maupun ancaman-ancaman di luar jalanan.

Dari sisi ini, fungsi parlemen untuk mengkanalisasi persoalan dan partisipasi publik menjadi nyaris tidak ada. Dalam bahasa yang lebih tegas, parlemen justru memprovokasi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya secara terbuka, seperti di jalanan.

Dengan kata lain, secara tak sadar, parlemen macam ini mengakui bahwa kehadirannya sebagai penampung dan penyalur aspirasi publik menjadi nihil. Rakyat pun diminta mengekspresikan kehendaknya masing-masing, yang dalam tingkat tertentu bisa berpotensi menjadi konflik dan menjadi anarkis.

Maka sementara anggota parlemen yang mengajak publik turun ke jalan, untuk menentang keputusan parlemen, sebenarnya juga sedang mendelegitimasi dirinya sendiri. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA